Kamiluddin Azis
Diskusi Kepenulisan bersama Bapak Herin Priyono segera
dimulai.
Tema : MEMAHAMI PERSENTUHAN DUNIA KEPENGARANGAN &
JURNALISTIK: Sebuah Peluang Idealisme yang Profitable
Mohon sahabat yang akan mengikuti diskusi ini, konfirmasi
kehadiran di komentar ya.
Silakan mention juga sahabat lain agar diskusi ini menjadi
hangat dan seru. Penuh inspirasi untuk kemajuan karya kita.
Ocha Thalib, Yulia S. Lumika Lynch, dan Atika Nur Sabrina
menyukai ini.
Nina Rahayu Nadea Hadir
20 Oktober pukul 19:51 · Suka
Nina Rahayu Nadea Ngak bisa mention, OL di HP
20 Oktober pukul 19:51 · Suka
Yulia S. Lumika Lynch Hadir...
20 Oktober pukul 19:57 · Suka
Kamiluddin Azis Sip.. Kita masih menunggu kehadiran pak
Herin Priyono ya, barusan sms saya sudah siap kok. semoga jaringan tidak lelet
20 Oktober pukul 20:00 · Suka
Kamiluddin Azis sambil mention aja ya, Ceu Sariak Layung,
KangPanji Pratama, Bang Petra Shandi Mbak Nimas Kinanthi Mas Eric Keroncong
Protol Dik Andrew Rey Navara juga...
20 Oktober pukul 20:01 · Suka
Herin Priyono MEMAHAMI PERSENTUHAN DUNIA KEPENGARANGAN &
JURNALISTIK: Sebuah Peluang Idealisme yang Profitable,
saya ingin membuka diskusi ini dengan point
"persentuhannya" dulu. Inti persentuhan itu (1) Dunia Kepenulisan
adalah dunia "opini", di mana para penulisnya bebas mengekspresikan
perspektif pribadinya, (2) dalam hal responnya terhadap keadaan masyarakatnya,
penulis berada di kedalaman yang signifikan (tingkat kepedihannya), dan ini
berdampak pada "energi" tulisannya dalam menggerakan pembacanya. Contoh
solidaritas koin Prita yang digerakkan oleh diskusi di tweeter/facebook.
Di sebaliknya, jurnalistik --adalah dunia kepenulisan juga--
tetapi di sini (wartawannya) (1) dibatasi oleh FAKTA. wartawan harus bicara
dengan DATA dan FAKTA, haram beropini, (2) Dalam hal respon, wartawan berada di
"kubangan" kepedihan yang lebih kompleks, jika tidak hati-hati,
wartawan akan "terprovokasi" membangun opini. Inilah yang terjadi
sekarang.
Ketika muncul era citizen jurnalisme (jurnalisme warga),
muncul "berita opini" yang luar biasa. Muncul berita yang tak jelas,
opini atau fakta, memang ini disukai, tetapi mengkhawatirkannya, ini bisa jatuh
ke JURNALISME GHIBAH DAN FITNAH.
Saatnya, para penulis, memanfaatkan kesempatan dengan
terbukanya era citizen journalism dengan menekuni disiplin JURNALISTIK DAN KODE
ETIKNYA. Era inin membuka banyak "peluang" baru bagi para penulis
untuk menjadi GURU BANGSA, pengabdian tanpa pamrih, tapi sudah mulai banyak
juga yang memanfaatkan era jurnalisme warga untuk kepentingan kepentingan yang
rendah.
Inilah diskusi kita malam ini.
Sebelum bertanya, berikanlah pandangan pribadi Anda (opini),
nanti --sebagai nara sumber jurnalistik-- saya akan menambahkan aspek data dan
fakta dalam perspektif jurnalistik.
Semoga Allah memudahkan segala sesuatunya, dan menerima ini
sebagai ibadah
20 Oktober pukul 20:02 · Batal Suka · 3
Andrew Rey Navara CC :
mas/mbk RM Prast Respati Zenar Ali Sakit Wirasatriaji,
Rosanthy Sari,D'perindu Queen, De Lizta, Nurfath Chairunnisa...
20 Oktober pukul 20:04 · Batal Suka · 3
Nimas Kinanthi hadir ...
20 Oktober pukul 20:06 · Suka
Kamiluddin Azis Wah serem juga ya mendengar istilah
'Jurnalisme Ghibah dan Fitnah' itu. Terima kasih Pak atas pembukaannya. Saya
dan juga baru ngeh ya, memang trend 'jurnalisme warga' itu pada awalnya sangat
membantu dalam menyampaikan informasi ke masyarakat.Buktinya masyarakat jadi
banyak tahu keadaan korban bencana misalnya dengan bantuan informasi dari warga
yang nota bene bukanlah dari kalangan jurnalis. tetapi ya itu tadi benar sekali
bahwa banyak yang memandaatkan kesempatan ini untuk kepentingan yang kurang
baik. Silakan sahabat Inspirasi-ku jika ada yang mau bertanya.
20 Oktober pukul 20:07 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin Priyono kita diskusinya di wall
ini saja ya Pak,
20 Oktober pukul 20:10 · Suka
Herin Priyono hehehe...gaptek juga jebul ya diriku
20 Oktober pukul 20:12 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Lnjut Pak...
20 Oktober pukul 20:15 · Suka
Herin Priyono Betul Kamiluddin, ini tantangan besar kita
sekarang. Belum selesai urusan yang satu datang dampak lainnya. Negeri ini
bakal disibukan oleh SAMPAH-SAMPAH DAMPAK INFORMASI SAMPAH, tidak hanya dampaf
junk-food saja. Dari makanan perut, makanan jiwa, negeri ini banjir bandang
sampah. Para penulis harus bermigrasi ke jurnalistik, minimal ke citizen
jurnalism
20 Oktober pukul 20:16 · Batal Suka · 1
Andrew Rey Navara mas / mbak : Langga Gustanto II, Aldy
Istanzia Wiguna Marlyn SaimaruChrist BlueAngel.
20 Oktober pukul 20:18 · Suka
Nina Rahayu Nadea Maaf nanya. Sebagai jurnalis, pastinya
terbantu dong dengan karya yang dikirim media. Pertanyaanya apakah setiap karya
yang dikirim selalu dimuat? Bagaimana pengalaman bapak?
20 Oktober pukul 20:22 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin, sebetulnya, ada tidak sih Pak,
persyaratan minimal atau yg paling standar untuk menjadi seorang jurnalisme
warga, terutama yang benar2 awam dan buta tentang dunia
menulis/media/pemberitaan
20 Oktober pukul 20:26 · Suka · 1
Herin Priyono ada banyak keuntungan para penulis menguasai
disiplin jurnalistik, yaitu lebih peduli dengan fakta, lebih peduli dengan
"daya tarik" tulisannya (melalui disiplin LEAD), lebih peduli
struktur tulisannya (hemat kata, tak berputar-putar, runtut, langsung pada
masalah, dsbnya), lebih peduli akan data lapangan/investigasi, sehingga
tulisannya lebih hidup. Sebab, pada hakekatnya setiap wartawan senior pasti
pernah melalui tahap penulis, tapi penulis senior --jika tak menyentuh
jurnalistik-- sampai tua senangnya beropini terus. Opini tanpa data dan fakta,
bisa seperti "orang gua" di surat al-Kafi itu, duitnya tak laku di
pasar
20 Oktober pukul 20:27 · Suka
Yulia S. Lumika Lynch Saya pernah menulis profil untuk
majalah, ketika kita memasukan opini kt ttg orang tsb, apakah bisa masuk opini
fitnah juga? Tapi sy selalu mengirimkan draft kepada nara sumber utk koreksi,
bagaimana menurut bapak?
20 Oktober pukul 20:29 · Batal Suka · 2
Panji Pratama Bang, bagaimana menurut abang mengenai konsep
jurnalisme konfrontasi? Beberapa media memakai kilah "double cover
sides" justru untuk mengadu domba. Katakanlah (maaf) manajemen reportase
tv one, yang saya pikir merancukan kode etik ini. Alhasil yang kita peroleh
adalah adu persepsi yang tinggi subjektivitas?
20 Oktober pukul 20:33 melalui seluler · Batal Suka · 2
Herin Priyono Buat YULIA, dalam praksis jurnalistik, itu
namanya "teori konfirmasi" hehehe...adakalanya nara sumber lupa,
heng, lalu kita membantu memformulasikan statemen. Apabila narasumber setuju
(seringkali sangat senang), ya kita kutip. Eh, dianggap sebagai kutipannya.
Kemudian soal minta dikoreksikan, sebenarnya secara kelembagaan tadi baik.
Hormati lembaga redaksi kita. Tapi jika pertemenan dengan nara sumber sudah
bagus --yakin dia takkan melecehkan lembagamu-- boleh saja. Terlebih untuk
urusan rahasia negara, misal liputan Instalasi nuklir atau instalasi militer.
Demi keamanan semua boleh. Tapi jangan selalu begitu
20 Oktober pukul 20:35 · Batal Suka · 2
Herin Priyono Buat PANJI, prinsip coverbusyet, eh double ini
sebenarnya baik. Prinsipnya coverboth side ini mewawancarai orang yang baka
kena getah pemberitaan, nakh yang satunya itu sosok yang mau kena getah bukan.
Dalam keadaan polemik, tujuan adu domba kelihatan kok. Tetapi tergantung
tujuannya juga, dalam proses debat diruncingkan untuk menemukan masalah atau
diruncingkan untuk DIRUNCINGKAN apinya, demi rating, itu yang merupakan
kejahatan kemanusiaan menurutku hehehe
20 Oktober pukul 20:39 · Suka
Kamiluddin Azis Mbak Oktavia Neny dan Pak Irawan
Subagjadiskusinya di wall ini ya ... trims
20 Oktober pukul 20:45 · Suka
Kamiluddin Azis Mbak Mitha Juniar, Mas Dian Ahmad
Wibowo,Wahyu Susanto barangkali mau bergabung diskusi, yok, ini ilmunya mantep
kali...
20 Oktober pukul 20:49 · Suka
Herin Priyono Buat OKTAVIA, kalau tak salah tadi pertanyaan
di luar boks. yang dimaksudkan OPINI itu, pendapat pribadi. Berita opini adalah
penulisan BERITA tetapi tanpa jelas sumber beritanya.
20 Oktober pukul 20:49 · Batal Suka · 2
Kamiluddin Azis Bu Ririen Narsisabiz Pashaholic, biasanya
full tanya kalo ada diskusi ini, seru Bu...
20 Oktober pukul 20:50 · Suka
Andrew Rey Navara Pak, kan saya membaca diatas bahwa :
"Dunia Kepenulisan adalah dunia "opini", di
mana para penulisnya bebas mengekspresikan perspektif pribadinya,"
Nah saya pernah menemui ada salah satu artikel. Ada mereka
yang penulis (blogger) tersandung masalah (Masalah hukum dan mereka di masukkan
di sel. tahanan). Karena tulisan mereka. Dan juga ada beberapa jurnalistik yang
terkenal, mereka hilang entah kemana.
Apakah ada hukum yang mengikat penulis mengeluarkan
uneg2-uneg dari dirnya sendiri dan perwakilan orang lain, pak. ?
20 Oktober pukul 20:52 · Telah disunting · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Opini, beda mungkin dengan Esai ya Pak Herin
Priyono, mungkin Mbak Oktavia Neny atau sahabat lain ada juga yg bertanya
seperti itu.
20 Oktober pukul 20:53 · Suka
Irawan Subagja siap kang nyimak aja dulu tuk semntara buat
saya semngat !!!
20 Oktober pukul 20:54 · Batal Suka · 2
Kamiluddin Azis Pak Herin, untuk menjadi jurnalis sejati itu
kan pastinya dibutuhkan kejujuran, karena tugas utamanya ialah menyampaikan
fakta dan kebenaran. Apakah di negara kita, sudah bisa dikatakan semuanya
berjalan sesuai dengan koridor itu, atau kasarnya , wartawan dan medianya sudah
bisa dibilang JUJUR dan AMANAH?
20 Oktober pukul 20:54 · Suka
Ririen Narsisabiz Pashaholic pembahasannya berat tentang
jurnalis kurang ngerti. jadi nyimak aja
20 Oktober pukul 20:54 melalui seluler · Suka
Irawan Subagja untuk orang awam seperti saya perlu memberi
batasan antara aktifitas mengarang dan jurnalistik.. mohon pencerahan 2 hal
tersebut titik beratnya dimana? mksih
20 Oktober pukul 20:56 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis tumben Bu Ririen Narsisabiz Pashaholic
hehe... tapi ini perlu juga lho Bu, untuk menambah wawasan nanti siapa tahu
tokoh novel Bu Ririen itu ada yg jurnalis, hehe... sippp, kita lanjut PakHerin
Priyono
20 Oktober pukul 20:56 · Suka
Herin Priyono ANDREW, saya butuh penjelasan bloger
"tersandung masalah" itu dengan siapa dan karena tulisan apa? Kalau
tulisannya (berdampak negatip pada orang/lembaga) tanpa data, memang dia bisa
kena pasal pencemaran nama baik. kalau Wartawan duculik dianiaya (seperti kasus
Udin, Bernas, di Yogya) itu memang salah satu resiko profesi, ketemu
orang/birokrasi bar-bar dan belum tuntas sampai sekarang. Itulah perlunya
pembelajaran ini, para penulis ngerti dunia jurnaistik.
20 Oktober pukul 21:01 · Batal Suka · 1
Andrew Rey Navara Saya dulu peenha membacanya pak melaui
internet.
Nah artikelnya saya lupa pak. Yang tentang blogger.
Jadi memang itu adalah salah satu resiko yang wajib diterima
oleh jurnalistik yah pak ?
20 Oktober pukul 21:05 · Suka
Kamiluddin Azis Mungkin yg dimaksud Andrew itu berita
tentang blogger negara tetangga yg kedapatan memposting info yg berbau sara
Pak, yang kebetulan di negara itu ketentuan perundang-undangan pers-nya sangat
ketat. Tapi sekalian bertanya juga saya Pak, di negara kita aturannya sudah
sejauh itu belum sih Pak, bahwa apa-apa yang ditulis blogger itu dipantau
dengan sungguh-sungguh jangan sampai ada isue yang justru meresahkan publik.
20 Oktober pukul 21:06 · Suka · 1
Kamiluddin Azis Aldy Istanzia Wiguna met malam.... silakan bergabung
ya...
20 Oktober pukul 21:08 · Suka
Herin Priyono OPINI, ESAY, ini sama teman-teman. Opini itu
pendapat pribadi. Esay, itu jenis tulisannya (karangan bebas), disamping ada
puisi, atau novel. Semuanya perspektif pribadi. yang membedakan dengan BERITA
adalah, berita harus jelas Nara Sumber dan konteknya...Lihat Selengkapnya
20 Oktober pukul 21:09 · Batal Suka · 1
Oktavia Neny dalam artikel/opini yg dimuat di media masa,
sering kali ada nama nick di akhir bacaan. nah, nama nick itu sering kali mmakai
nama yg bukan nama asli si penulis. hal seperti itu apa alasannya dan apakah
hal sperti itu jg trmasuk dalam mlindungi kode etik? trimz,
20 Oktober pukul 21:11 melalui seluler · Batal Suka · 1
Aldy Istanzia Wiguna oh iya. selamat malam juga. cuma mau nanya
ini nih pak. tapi, maaf kalau tidak nyambung. boleh meminta pendapat bapak
terkait PUISI ESAY dan juga PUISI JURNALIS. nah, kira-kira pandangan bapak
terkait dua jenis puisi yang akrab dengan dunia bapak itu bagaimana ya. nuhun
ulemanna kang Kamiluddin Azis
20 Oktober pukul 21:12 · Batal Suka · 1
Herin Priyono buat KAMAL, apakah wartawan sudah pada relnya?
Menurut Anda gimana? Jurnalisme teve banyak yang tidak menghargai martabat nara
sumber. Nara sumber dieksploitasi untuk tujuan rating, kontroversi, hasilnya
apa? Dunia politik, kebudayaan dan pendidikan yang carut marut sekarang, itu
sebagian akibat dari 'KEKUATAN PENDIDIKAN" (wartawan, guru, penulis,
pengarang) tidak berjalan sebagaimana mestinya.
20 Oktober pukul 21:13 · Batal Suka · 3
Kamiluddin Azis Hebat Aldy Istanzia Wiguna selalu terkait
dengan dunia puisi.. tapi saya juga penasaran dengan jawaban atas pertanyaan
itu.
20 Oktober pukul 21:13 · Suka
Aldy Istanzia Wiguna hahahaha, iya dong. soalnya agak
bingung juga sih ketika banyak penyair menolak kedua jenis puisi di atas. nah,
mungkin pak Herin bisa menjelaskan keterkaitan dunianya pak herin dengan kedua
jenis puisi di atas. kalau tidak salah pelopor puisi esai itu Denny JA founder
Indonesia Tanpa Dikriminasi sama LSI. terus kalau pelopor puisi jurnalis itu
Linda Christanty, kalau tidak salah. mohon pencerahannya ya pak.
20 Oktober pukul 21:16 · Suka
Kamiluddin Azis iya Pak, kadang greget kalo liat acara talk
show/wawancara yg katanya ekslusif tapi sangat menyudutkan nara sumber, jurnalis
ingin terlihat sangat pintar, dan agar acara itu tampak sangat berkelas...
walah... prihatin deh... mengenai kasus suap wartawa...Lihat Selengkapnya
20 Oktober pukul 21:17 · Suka
Nenny Makmun hadir menyimak terima kasih mas Kamiluddin
Azis duh berat ya temanya
20 Oktober pukul 21:21 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin Priyono masih ditunggu
pencerahannya. Ini diskusi makin hangat atau panas ya? sampai2 di Yogya katanya
mati lampu, hehe nggak nyambung ya, dan Pak Herin sedang berusaha menyambung
koneksi melalui perangkat lain yg ada batereinya. Tak terasa ya satu jam
setengah diskusi ini sdh berjalan, semoga Pak Herin berkenan menemani kita
sampai jam 9 malam nanti ya. Ayo bertanya lagi sambil menunggu ...
20 Oktober pukul 21:29 · Suka
Yulia S. Lumika Lynch Maaf, Pak Herin. Wartawan Jurnalistik
dan paparazi, bagaimana pendapat bpk? Karena sekarang saja banyak wartawan yg
mengatasnamakan jurnalisme, tapi sebetulnya hanya mirip spt 'pembunuh bayaran'
alias paparazi...
20 Oktober pukul 21:31 · Suka
Kamiluddin Azis Sementara pertanyaannya ditampung dulu ya
sahabat semua, Pak Herin Priyono sedang kesulitan mendapatkan batere lap
topnya... nanti beliau pasti jawab. Sebenarnya saya juga penasaran di mana
letak profitabilitas jurnalistik jika untuk menjadi jurnalistik sejati yg jujur
amanah itu tantangan/godaannya itu gede banget. Juga apakah jurnalis sejati itu
hanya cocok untuk mereka yang memiliki idealisme tinggi? Duh... kenapa mati
lampu ya... hehe
20 Oktober pukul 21:36 · Suka
Kamiluddin Azis Nah... Alhamdulillah nyala lagi, hihi udah
kaya petugas PLN aja ini saya... lanjut ya Pak, dan sahabat semua... kita simak
jawaban yg bernas dr guru kita...
20 Oktober pukul 21:37 · Suka
Kamiluddin Azis selamat malam, mau nyapa sahabat yg mungkin
sedang OL, Mbak Nafis Ulya, Mbak Nyi Penengah Dewanti, KangYandi Setiandi Mas
Tri C Fakhri Mbak Novela Nian
20 Oktober pukul 21:40 · Suka
Herin Priyono YULIA, walau kerja paparazi juga berkedok
jurnalistik, sebenarnya itu cerminan perkembangan jurnalistik pada masyarakat
yang sedang "sakit" berat. Itu sebabnya, di web syarafpenulisan.com
ada tagline JURNALISME PENCERAHAN/aufklarung. Jurnalisme harus b...Lihat
Selengkapnya
20 Oktober pukul 21:44 · Batal Suka · 1
Irawan Subagja semnagt kang aziz walo lampu padam
20 Oktober pukul 21:44 · Batal Suka · 1
Tri C Fakhri Pak Herin mau tanya. Maaf sebelumnya. Jurnalis
pastinya mempunyai kode etik, bukan? Untuk menyampaikan informasi sesuai yang
terjadi di lapangan. Akan tetapi-mungkin-dari pihak lembaga-mungkin agar
laku-ingin agar informasi yang didapat diberi sedikit bumbu. Nah, para jurnalis
apakah tetap menyampaikan sesuai keadaan asli ataukah diberi bumbu seperti yang
diperintahkan atasan?
20 Oktober pukul 21:47 melalui seluler · Batal Suka · 1
Yulia S. Lumika Lynch ♡≈iўªãª≈♡ , Pak. Rasanya agak sedih juga menyadari hal itu. Jurnalisme yg
harusnya mengungkap sesuatu yg benar bisa jadi hanya untuk kebutuhan
publik yg kadang tidak mendidik juga pd akhirnya. Keluar dr kode etik
jurnalistik, keluar dr AJI awal ya...
20 Oktober pukul 21:48 · Batal Suka · 1
Yulia S. Lumika Lynch ♡≈iўªãª≈♡, KKku... Dah aku buka.
20 Oktober pukul 21:53 · Suka
Herin Priyono Hehehe...Kamal, ada beberapa jawaban yang
sudah kuketik kok hilang/tak tertampilkan kenapa ya?
20 Oktober pukul 21:59 · Suka · 1
Kamiluddin Azis kenapa ya Pak, mungkin nggak ke save Pak,
saya nggak ada edit/delete kok. Bisa tolong diulang, Pak?
20 Oktober pukul 22:01 · Suka · 1
Herin Priyono Aldy, mengenai puisi jurnalistik, ini
perkembangan baru, bisa saja hehehehe....tapi tetap harus mengacu fakta, bukan
opini. Misal, sebuah rubrik politik, mengutip statemen politikus yang
kritis-puitis, lalu dimuat hanya sepotong di dalam boks yang meny...Lihat
Selengkapnya
20 Oktober pukul 22:04 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Aldy Istanzia Wiguna semoga terjawab ya...
ngungkapin fakta melalui media puisi esai, biar manis Dy...
20 Oktober pukul 22:05 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin, mohon maaf ada pertanyaan saya yg
belum terjawab, plus pertanyaan dari Tri C Fakhri
20 Oktober pukul 22:06 · Suka
Kamiluddin Azis Pertanyaan saya yang ini Pak : Sebenarnya
saya juga penasaran di mana letak profitabilitas jurnalistik jika untuk menjadi
jurnalistik sejati yg jujur amanah itu tantangan/godaannya itu gede banget.
Juga apakah jurnalis sejati itu hanya cocok untuk mereka yang memiliki
idealisme tinggi? sekalian mungkin dibuatkan penutup dan kesimpulan untuk
diskusi kita malam ini Pak, karena waktu juga leat dari jam 9. Monggo Pak
silakan
20 Oktober pukul 22:08 · Suka
Herin Priyono OKTAVIA, nama samaran dalam Opini dan Berita
dibolehkan. Dalam Opini/Novel itu lisensi puitika pengarang. Dalam berita untuk
keamanan wartawannya. Kayaknya itu kebijakan redaksi saja, tidak dibahas dalam
kode etik.
20 Oktober pukul 22:08 · Suka
Irawan Subagja maaf pa herin numpang tanya kalo
persinggungan jurnalistik dan mengarang di buku dvinci code menurut bapa apa??
efek dari buku itu dulu cukup hebat.
20 Oktober pukul 22:11 · Batal Suka · 1
Tri C Fakhri Makasih bang Azis. Masih menunggu.
20 Oktober pukul 22:12 melalui seluler · Batal Suka · 1
Herin Priyono Ok. Aming. Profitabelitas Jurnalistik, dapat
kita lihat dari fungsi pers sebagai kontrol sosial. Maka kalau wartawannya
idealis kontrol sosialnya bagus. Tapi idealis sejati dalam pers --memang harus
gerilya dulu Aming-- koran tempat kita bekerja juga tak sedikit yang merupakan
tangan kapitalisme dan sangat partisan. Aku ada Tamu, wis yo
20 Oktober pukul 22:15 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Gerilya ya Pak, jd inget zaman perang dulu
ya Pak... hehe untuk merdeka memang hrs seperti itu. nah itu Pak satu lagi,
soal data faktual yg dikaitkan dengan dunia kepenulisan secara umum, agak
nyambung dengan pertanyaan pak Irawan Subagja dewasa ini banyak sekali kan Pak,
novel Epos, yg berbasis sejarah, atau mengangkat kisah yg sering menjadi
pertanyaan publim tentang kebenarannya, lalu dibuatlah versi novelnya oleh para
penulis, nah ini fenomena ini bagaimana Pak, kaitannya dg data faktual
jurnalistik itu bagaimana, apakah datanya bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya mengingat pada akhirnya banyak juga novel sejenis dg versi cerita
yg agak berbeda...
20 Oktober pukul 22:22 · Suka
Irawan Subagja betul kang azis sampling saya yg tdai saya
tanyakan itu maksdunya kesana lho.. adakah yang siap menjadi penulis seperti
tuh???
20 Oktober pukul 22:27 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Baik sahabat semua, karena memang waktu yang
sudah semakin larut, kita sudahi saja diskusi ini. Semoga setelah ini Pak Herin
Priyono bisa menyusulkan jawaban untuk pertanyaan yg masih belum terjawab serta
memberikan kesimpulan dan penutupan. Semoga diskusi ini ada manfaatnya untuk
kita semua, untuk kemajuan dunia kepenulisan dan jurnalisme saat ini. Terima
kasih banyak untuk Pak De, Pak Guru baru saya yang humble dan baik hati, sekali
kenal langsung dekat dan saya yakin banyak yang senang berguru kepada Bapak.
Terima kasih semoga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan, kesuksesan dan
cinta dari semua orang. Terima kasih juga buat sahabat Inspirasi-ku yang sudah
berpartisipasi dalam diskusi malam ini. Kita siapkan diskusi-diskusi menarik
lainnya minggu yang akan datang. Wassalam. Selamat malam ya.... sukses untuk
semua...
20 Oktober pukul 22:30 · Suka · 2
Irawan Subagja amin
20 Oktober pukul 22:34 · Batal Suka · 1
Tri C Fakhri ^^
20 Oktober pukul 22:39 melalui seluler · Suka
Eric Keroncong Protol terlambattttttttttt lagii
20 Oktober pukul 23:18 · Suka
D'perindu Queen Terimakasih..alhamdulillah..saya nyimak dulu
hehe
20 Oktober pukul 23:41 melalui seluler · Suka
Herin Priyono IRAWAN, tentang novel/fil epos sejarah. Secara
umum, penulisan sejarah selalu merupakan "produk politik" waktu
dilahirkannya. Contohnya film G30S PKI. Berapa lama dia menyembunyikan
kebohongan? Sekarang --seiring perubahan politik-- film ini jadi bulan-bulanan
(bukan dari seni filmnya, ya), tetapi film G30S PKI sebagai produk sejarah yang
tak bisa bersih dari campur tangan politik penguasa. Kedua, sejarah tidak
selalu "tunggal" tapi selalu banyak versi, madzab, dan sejarah memang
harus selalu direinterpretasikan kembali. Ini adalah "lahan perawan"
untuk penulis. Tapi tidak semua mampu memasuki wilayah ini, baik karena didesak
kebutuhan dapur, bacaan/referensi, dan menulis sejarah tidak bisa main potret
begitu saja. Ini yang belum didukung oleh keadaan di negeri ini. Kata orang,
"ora cucuk" biaya dan hasil tak sepadan.
21 Oktober pukul 1:49 · Suka · 1
Kamiluddin Azis
Diskusi Kepenulisan bersama Bapak Herin Priyono segera
dimulai.
Tema : MEMAHAMI PERSENTUHAN DUNIA KEPENGARANGAN &
JURNALISTIK: Sebuah Peluang Idealisme yang Profitable
Mohon sahabat yang akan mengikuti diskusi ini, konfirmasi
kehadiran di komentar ya.
Silakan mention juga sahabat lain agar diskusi ini menjadi
hangat dan seru. Penuh inspirasi untuk kemajuan karya kita.
Ocha Thalib, Yulia S. Lumika Lynch, dan Atika Nur Sabrina
menyukai ini.
Nina Rahayu Nadea Hadir
20 Oktober pukul 19:51 · Suka
Nina Rahayu Nadea Ngak bisa mention, OL di HP
20 Oktober pukul 19:51 · Suka
Yulia S. Lumika Lynch Hadir...
20 Oktober pukul 19:57 · Suka
Kamiluddin Azis Sip.. Kita masih menunggu kehadiran pak
Herin Priyono ya, barusan sms saya sudah siap kok. semoga jaringan tidak lelet
20 Oktober pukul 20:00 · Suka
Kamiluddin Azis sambil mention aja ya, Ceu Sariak Layung,
KangPanji Pratama, Bang Petra Shandi Mbak Nimas Kinanthi Mas Eric Keroncong
Protol Dik Andrew Rey Navara juga...
20 Oktober pukul 20:01 · Suka
Herin Priyono MEMAHAMI PERSENTUHAN DUNIA KEPENGARANGAN &
JURNALISTIK: Sebuah Peluang Idealisme yang Profitable,
saya ingin membuka diskusi ini dengan point
"persentuhannya" dulu. Inti persentuhan itu (1) Dunia Kepenulisan
adalah dunia "opini", di mana para penulisnya bebas mengekspresikan
perspektif pribadinya, (2) dalam hal responnya terhadap keadaan masyarakatnya,
penulis berada di kedalaman yang signifikan (tingkat kepedihannya), dan ini
berdampak pada "energi" tulisannya dalam menggerakan pembacanya. Contoh
solidaritas koin Prita yang digerakkan oleh diskusi di tweeter/facebook.
Di sebaliknya, jurnalistik --adalah dunia kepenulisan juga--
tetapi di sini (wartawannya) (1) dibatasi oleh FAKTA. wartawan harus bicara
dengan DATA dan FAKTA, haram beropini, (2) Dalam hal respon, wartawan berada di
"kubangan" kepedihan yang lebih kompleks, jika tidak hati-hati,
wartawan akan "terprovokasi" membangun opini. Inilah yang terjadi
sekarang.
Ketika muncul era citizen jurnalisme (jurnalisme warga),
muncul "berita opini" yang luar biasa. Muncul berita yang tak jelas,
opini atau fakta, memang ini disukai, tetapi mengkhawatirkannya, ini bisa jatuh
ke JURNALISME GHIBAH DAN FITNAH.
Saatnya, para penulis, memanfaatkan kesempatan dengan
terbukanya era citizen journalism dengan menekuni disiplin JURNALISTIK DAN KODE
ETIKNYA. Era inin membuka banyak "peluang" baru bagi para penulis
untuk menjadi GURU BANGSA, pengabdian tanpa pamrih, tapi sudah mulai banyak
juga yang memanfaatkan era jurnalisme warga untuk kepentingan kepentingan yang
rendah.
Inilah diskusi kita malam ini.
Sebelum bertanya, berikanlah pandangan pribadi Anda (opini),
nanti --sebagai nara sumber jurnalistik-- saya akan menambahkan aspek data dan
fakta dalam perspektif jurnalistik.
Semoga Allah memudahkan segala sesuatunya, dan menerima ini
sebagai ibadah
20 Oktober pukul 20:02 · Batal Suka · 3
Andrew Rey Navara CC :
mas/mbk RM Prast Respati Zenar Ali Sakit Wirasatriaji,
Rosanthy Sari,D'perindu Queen, De Lizta, Nurfath Chairunnisa...
20 Oktober pukul 20:04 · Batal Suka · 3
Nimas Kinanthi hadir ...
20 Oktober pukul 20:06 · Suka
Kamiluddin Azis Wah serem juga ya mendengar istilah
'Jurnalisme Ghibah dan Fitnah' itu. Terima kasih Pak atas pembukaannya. Saya
dan juga baru ngeh ya, memang trend 'jurnalisme warga' itu pada awalnya sangat
membantu dalam menyampaikan informasi ke masyarakat.Buktinya masyarakat jadi
banyak tahu keadaan korban bencana misalnya dengan bantuan informasi dari warga
yang nota bene bukanlah dari kalangan jurnalis. tetapi ya itu tadi benar sekali
bahwa banyak yang memandaatkan kesempatan ini untuk kepentingan yang kurang
baik. Silakan sahabat Inspirasi-ku jika ada yang mau bertanya.
20 Oktober pukul 20:07 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin Priyono kita diskusinya di wall
ini saja ya Pak,
20 Oktober pukul 20:10 · Suka
Herin Priyono hehehe...gaptek juga jebul ya diriku
20 Oktober pukul 20:12 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Lnjut Pak...
20 Oktober pukul 20:15 · Suka
Herin Priyono Betul Kamiluddin, ini tantangan besar kita
sekarang. Belum selesai urusan yang satu datang dampak lainnya. Negeri ini
bakal disibukan oleh SAMPAH-SAMPAH DAMPAK INFORMASI SAMPAH, tidak hanya dampaf
junk-food saja. Dari makanan perut, makanan jiwa, negeri ini banjir bandang
sampah. Para penulis harus bermigrasi ke jurnalistik, minimal ke citizen
jurnalism
20 Oktober pukul 20:16 · Batal Suka · 1
Andrew Rey Navara mas / mbak : Langga Gustanto II, Aldy
Istanzia Wiguna Marlyn SaimaruChrist BlueAngel.
20 Oktober pukul 20:18 · Suka
Nina Rahayu Nadea Maaf nanya. Sebagai jurnalis, pastinya
terbantu dong dengan karya yang dikirim media. Pertanyaanya apakah setiap karya
yang dikirim selalu dimuat? Bagaimana pengalaman bapak?
20 Oktober pukul 20:22 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin, sebetulnya, ada tidak sih Pak,
persyaratan minimal atau yg paling standar untuk menjadi seorang jurnalisme
warga, terutama yang benar2 awam dan buta tentang dunia
menulis/media/pemberitaan
20 Oktober pukul 20:26 · Suka · 1
Herin Priyono ada banyak keuntungan para penulis menguasai
disiplin jurnalistik, yaitu lebih peduli dengan fakta, lebih peduli dengan
"daya tarik" tulisannya (melalui disiplin LEAD), lebih peduli
struktur tulisannya (hemat kata, tak berputar-putar, runtut, langsung pada
masalah, dsbnya), lebih peduli akan data lapangan/investigasi, sehingga
tulisannya lebih hidup. Sebab, pada hakekatnya setiap wartawan senior pasti
pernah melalui tahap penulis, tapi penulis senior --jika tak menyentuh
jurnalistik-- sampai tua senangnya beropini terus. Opini tanpa data dan fakta,
bisa seperti "orang gua" di surat al-Kafi itu, duitnya tak laku di
pasar
20 Oktober pukul 20:27 · Suka
Yulia S. Lumika Lynch Saya pernah menulis profil untuk
majalah, ketika kita memasukan opini kt ttg orang tsb, apakah bisa masuk opini
fitnah juga? Tapi sy selalu mengirimkan draft kepada nara sumber utk koreksi,
bagaimana menurut bapak?
20 Oktober pukul 20:29 · Batal Suka · 2
Panji Pratama Bang, bagaimana menurut abang mengenai konsep
jurnalisme konfrontasi? Beberapa media memakai kilah "double cover
sides" justru untuk mengadu domba. Katakanlah (maaf) manajemen reportase
tv one, yang saya pikir merancukan kode etik ini. Alhasil yang kita peroleh
adalah adu persepsi yang tinggi subjektivitas?
20 Oktober pukul 20:33 melalui seluler · Batal Suka · 2
Herin Priyono Buat YULIA, dalam praksis jurnalistik, itu
namanya "teori konfirmasi" hehehe...adakalanya nara sumber lupa,
heng, lalu kita membantu memformulasikan statemen. Apabila narasumber setuju
(seringkali sangat senang), ya kita kutip. Eh, dianggap sebagai kutipannya.
Kemudian soal minta dikoreksikan, sebenarnya secara kelembagaan tadi baik.
Hormati lembaga redaksi kita. Tapi jika pertemenan dengan nara sumber sudah
bagus --yakin dia takkan melecehkan lembagamu-- boleh saja. Terlebih untuk
urusan rahasia negara, misal liputan Instalasi nuklir atau instalasi militer.
Demi keamanan semua boleh. Tapi jangan selalu begitu
20 Oktober pukul 20:35 · Batal Suka · 2
Herin Priyono Buat PANJI, prinsip coverbusyet, eh double ini
sebenarnya baik. Prinsipnya coverboth side ini mewawancarai orang yang baka
kena getah pemberitaan, nakh yang satunya itu sosok yang mau kena getah bukan.
Dalam keadaan polemik, tujuan adu domba kelihatan kok. Tetapi tergantung
tujuannya juga, dalam proses debat diruncingkan untuk menemukan masalah atau
diruncingkan untuk DIRUNCINGKAN apinya, demi rating, itu yang merupakan
kejahatan kemanusiaan menurutku hehehe
20 Oktober pukul 20:39 · Suka
Kamiluddin Azis Mbak Oktavia Neny dan Pak Irawan
Subagjadiskusinya di wall ini ya ... trims
20 Oktober pukul 20:45 · Suka
Kamiluddin Azis Mbak Mitha Juniar, Mas Dian Ahmad
Wibowo,Wahyu Susanto barangkali mau bergabung diskusi, yok, ini ilmunya mantep
kali...
20 Oktober pukul 20:49 · Suka
Herin Priyono Buat OKTAVIA, kalau tak salah tadi pertanyaan
di luar boks. yang dimaksudkan OPINI itu, pendapat pribadi. Berita opini adalah
penulisan BERITA tetapi tanpa jelas sumber beritanya.
20 Oktober pukul 20:49 · Batal Suka · 2
Kamiluddin Azis Bu Ririen Narsisabiz Pashaholic, biasanya
full tanya kalo ada diskusi ini, seru Bu...
20 Oktober pukul 20:50 · Suka
Andrew Rey Navara Pak, kan saya membaca diatas bahwa :
"Dunia Kepenulisan adalah dunia "opini", di
mana para penulisnya bebas mengekspresikan perspektif pribadinya,"
Nah saya pernah menemui ada salah satu artikel. Ada mereka
yang penulis (blogger) tersandung masalah (Masalah hukum dan mereka di masukkan
di sel. tahanan). Karena tulisan mereka. Dan juga ada beberapa jurnalistik yang
terkenal, mereka hilang entah kemana.
Apakah ada hukum yang mengikat penulis mengeluarkan
uneg2-uneg dari dirnya sendiri dan perwakilan orang lain, pak. ?
20 Oktober pukul 20:52 · Telah disunting · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Opini, beda mungkin dengan Esai ya Pak Herin
Priyono, mungkin Mbak Oktavia Neny atau sahabat lain ada juga yg bertanya
seperti itu.
20 Oktober pukul 20:53 · Suka
Irawan Subagja siap kang nyimak aja dulu tuk semntara buat
saya semngat !!!
20 Oktober pukul 20:54 · Batal Suka · 2
Kamiluddin Azis Pak Herin, untuk menjadi jurnalis sejati itu
kan pastinya dibutuhkan kejujuran, karena tugas utamanya ialah menyampaikan
fakta dan kebenaran. Apakah di negara kita, sudah bisa dikatakan semuanya
berjalan sesuai dengan koridor itu, atau kasarnya , wartawan dan medianya sudah
bisa dibilang JUJUR dan AMANAH?
20 Oktober pukul 20:54 · Suka
Ririen Narsisabiz Pashaholic pembahasannya berat tentang
jurnalis kurang ngerti. jadi nyimak aja
20 Oktober pukul 20:54 melalui seluler · Suka
Irawan Subagja untuk orang awam seperti saya perlu memberi
batasan antara aktifitas mengarang dan jurnalistik.. mohon pencerahan 2 hal
tersebut titik beratnya dimana? mksih
20 Oktober pukul 20:56 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis tumben Bu Ririen Narsisabiz Pashaholic
hehe... tapi ini perlu juga lho Bu, untuk menambah wawasan nanti siapa tahu
tokoh novel Bu Ririen itu ada yg jurnalis, hehe... sippp, kita lanjut PakHerin
Priyono
20 Oktober pukul 20:56 · Suka
Herin Priyono ANDREW, saya butuh penjelasan bloger
"tersandung masalah" itu dengan siapa dan karena tulisan apa? Kalau
tulisannya (berdampak negatip pada orang/lembaga) tanpa data, memang dia bisa
kena pasal pencemaran nama baik. kalau Wartawan duculik dianiaya (seperti kasus
Udin, Bernas, di Yogya) itu memang salah satu resiko profesi, ketemu
orang/birokrasi bar-bar dan belum tuntas sampai sekarang. Itulah perlunya
pembelajaran ini, para penulis ngerti dunia jurnaistik.
20 Oktober pukul 21:01 · Batal Suka · 1
Andrew Rey Navara Saya dulu peenha membacanya pak melaui
internet.
Nah artikelnya saya lupa pak. Yang tentang blogger.
Jadi memang itu adalah salah satu resiko yang wajib diterima
oleh jurnalistik yah pak ?
20 Oktober pukul 21:05 · Suka
Kamiluddin Azis Mungkin yg dimaksud Andrew itu berita
tentang blogger negara tetangga yg kedapatan memposting info yg berbau sara
Pak, yang kebetulan di negara itu ketentuan perundang-undangan pers-nya sangat
ketat. Tapi sekalian bertanya juga saya Pak, di negara kita aturannya sudah
sejauh itu belum sih Pak, bahwa apa-apa yang ditulis blogger itu dipantau
dengan sungguh-sungguh jangan sampai ada isue yang justru meresahkan publik.
20 Oktober pukul 21:06 · Suka · 1
Kamiluddin Azis Aldy Istanzia Wiguna met malam.... silakan bergabung
ya...
20 Oktober pukul 21:08 · Suka
Herin Priyono OPINI, ESAY, ini sama teman-teman. Opini itu
pendapat pribadi. Esay, itu jenis tulisannya (karangan bebas), disamping ada
puisi, atau novel. Semuanya perspektif pribadi. yang membedakan dengan BERITA
adalah, berita harus jelas Nara Sumber dan konteknya...Lihat Selengkapnya
20 Oktober pukul 21:09 · Batal Suka · 1
Oktavia Neny dalam artikel/opini yg dimuat di media masa,
sering kali ada nama nick di akhir bacaan. nah, nama nick itu sering kali mmakai
nama yg bukan nama asli si penulis. hal seperti itu apa alasannya dan apakah
hal sperti itu jg trmasuk dalam mlindungi kode etik? trimz,
20 Oktober pukul 21:11 melalui seluler · Batal Suka · 1
Aldy Istanzia Wiguna oh iya. selamat malam juga. cuma mau nanya
ini nih pak. tapi, maaf kalau tidak nyambung. boleh meminta pendapat bapak
terkait PUISI ESAY dan juga PUISI JURNALIS. nah, kira-kira pandangan bapak
terkait dua jenis puisi yang akrab dengan dunia bapak itu bagaimana ya. nuhun
ulemanna kang Kamiluddin Azis
20 Oktober pukul 21:12 · Batal Suka · 1
Herin Priyono buat KAMAL, apakah wartawan sudah pada relnya?
Menurut Anda gimana? Jurnalisme teve banyak yang tidak menghargai martabat nara
sumber. Nara sumber dieksploitasi untuk tujuan rating, kontroversi, hasilnya
apa? Dunia politik, kebudayaan dan pendidikan yang carut marut sekarang, itu
sebagian akibat dari 'KEKUATAN PENDIDIKAN" (wartawan, guru, penulis,
pengarang) tidak berjalan sebagaimana mestinya.
20 Oktober pukul 21:13 · Batal Suka · 3
Kamiluddin Azis Hebat Aldy Istanzia Wiguna selalu terkait
dengan dunia puisi.. tapi saya juga penasaran dengan jawaban atas pertanyaan
itu.
20 Oktober pukul 21:13 · Suka
Aldy Istanzia Wiguna hahahaha, iya dong. soalnya agak
bingung juga sih ketika banyak penyair menolak kedua jenis puisi di atas. nah,
mungkin pak Herin bisa menjelaskan keterkaitan dunianya pak herin dengan kedua
jenis puisi di atas. kalau tidak salah pelopor puisi esai itu Denny JA founder
Indonesia Tanpa Dikriminasi sama LSI. terus kalau pelopor puisi jurnalis itu
Linda Christanty, kalau tidak salah. mohon pencerahannya ya pak.
20 Oktober pukul 21:16 · Suka
Kamiluddin Azis iya Pak, kadang greget kalo liat acara talk
show/wawancara yg katanya ekslusif tapi sangat menyudutkan nara sumber, jurnalis
ingin terlihat sangat pintar, dan agar acara itu tampak sangat berkelas...
walah... prihatin deh... mengenai kasus suap wartawa...Lihat Selengkapnya
20 Oktober pukul 21:17 · Suka
Nenny Makmun hadir menyimak terima kasih mas Kamiluddin
Azis duh berat ya temanya
20 Oktober pukul 21:21 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin Priyono masih ditunggu
pencerahannya. Ini diskusi makin hangat atau panas ya? sampai2 di Yogya katanya
mati lampu, hehe nggak nyambung ya, dan Pak Herin sedang berusaha menyambung
koneksi melalui perangkat lain yg ada batereinya. Tak terasa ya satu jam
setengah diskusi ini sdh berjalan, semoga Pak Herin berkenan menemani kita
sampai jam 9 malam nanti ya. Ayo bertanya lagi sambil menunggu ...
20 Oktober pukul 21:29 · Suka
Yulia S. Lumika Lynch Maaf, Pak Herin. Wartawan Jurnalistik
dan paparazi, bagaimana pendapat bpk? Karena sekarang saja banyak wartawan yg
mengatasnamakan jurnalisme, tapi sebetulnya hanya mirip spt 'pembunuh bayaran'
alias paparazi...
20 Oktober pukul 21:31 · Suka
Kamiluddin Azis Sementara pertanyaannya ditampung dulu ya
sahabat semua, Pak Herin Priyono sedang kesulitan mendapatkan batere lap
topnya... nanti beliau pasti jawab. Sebenarnya saya juga penasaran di mana
letak profitabilitas jurnalistik jika untuk menjadi jurnalistik sejati yg jujur
amanah itu tantangan/godaannya itu gede banget. Juga apakah jurnalis sejati itu
hanya cocok untuk mereka yang memiliki idealisme tinggi? Duh... kenapa mati
lampu ya... hehe
20 Oktober pukul 21:36 · Suka
Kamiluddin Azis Nah... Alhamdulillah nyala lagi, hihi udah
kaya petugas PLN aja ini saya... lanjut ya Pak, dan sahabat semua... kita simak
jawaban yg bernas dr guru kita...
20 Oktober pukul 21:37 · Suka
Kamiluddin Azis selamat malam, mau nyapa sahabat yg mungkin
sedang OL, Mbak Nafis Ulya, Mbak Nyi Penengah Dewanti, KangYandi Setiandi Mas
Tri C Fakhri Mbak Novela Nian
20 Oktober pukul 21:40 · Suka
Herin Priyono YULIA, walau kerja paparazi juga berkedok
jurnalistik, sebenarnya itu cerminan perkembangan jurnalistik pada masyarakat
yang sedang "sakit" berat. Itu sebabnya, di web syarafpenulisan.com
ada tagline JURNALISME PENCERAHAN/aufklarung. Jurnalisme harus b...Lihat
Selengkapnya
20 Oktober pukul 21:44 · Batal Suka · 1
Irawan Subagja semnagt kang aziz walo lampu padam
20 Oktober pukul 21:44 · Batal Suka · 1
Tri C Fakhri Pak Herin mau tanya. Maaf sebelumnya. Jurnalis
pastinya mempunyai kode etik, bukan? Untuk menyampaikan informasi sesuai yang
terjadi di lapangan. Akan tetapi-mungkin-dari pihak lembaga-mungkin agar
laku-ingin agar informasi yang didapat diberi sedikit bumbu. Nah, para jurnalis
apakah tetap menyampaikan sesuai keadaan asli ataukah diberi bumbu seperti yang
diperintahkan atasan?
20 Oktober pukul 21:47 melalui seluler · Batal Suka · 1
Yulia S. Lumika Lynch ♡≈iўªãª≈♡ , Pak. Rasanya agak sedih juga menyadari hal itu. Jurnalisme yg
harusnya mengungkap sesuatu yg benar bisa jadi hanya untuk kebutuhan
publik yg kadang tidak mendidik juga pd akhirnya. Keluar dr kode etik
jurnalistik, keluar dr AJI awal ya...
20 Oktober pukul 21:48 · Batal Suka · 1
Yulia S. Lumika Lynch ♡≈iўªãª≈♡, KKku... Dah aku buka.
20 Oktober pukul 21:53 · Suka
Herin Priyono Hehehe...Kamal, ada beberapa jawaban yang
sudah kuketik kok hilang/tak tertampilkan kenapa ya?
20 Oktober pukul 21:59 · Suka · 1
Kamiluddin Azis kenapa ya Pak, mungkin nggak ke save Pak,
saya nggak ada edit/delete kok. Bisa tolong diulang, Pak?
20 Oktober pukul 22:01 · Suka · 1
Herin Priyono Aldy, mengenai puisi jurnalistik, ini
perkembangan baru, bisa saja hehehehe....tapi tetap harus mengacu fakta, bukan
opini. Misal, sebuah rubrik politik, mengutip statemen politikus yang
kritis-puitis, lalu dimuat hanya sepotong di dalam boks yang meny...Lihat
Selengkapnya
20 Oktober pukul 22:04 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Aldy Istanzia Wiguna semoga terjawab ya...
ngungkapin fakta melalui media puisi esai, biar manis Dy...
20 Oktober pukul 22:05 · Suka
Kamiluddin Azis Pak Herin, mohon maaf ada pertanyaan saya yg
belum terjawab, plus pertanyaan dari Tri C Fakhri
20 Oktober pukul 22:06 · Suka
Kamiluddin Azis Pertanyaan saya yang ini Pak : Sebenarnya
saya juga penasaran di mana letak profitabilitas jurnalistik jika untuk menjadi
jurnalistik sejati yg jujur amanah itu tantangan/godaannya itu gede banget.
Juga apakah jurnalis sejati itu hanya cocok untuk mereka yang memiliki
idealisme tinggi? sekalian mungkin dibuatkan penutup dan kesimpulan untuk
diskusi kita malam ini Pak, karena waktu juga leat dari jam 9. Monggo Pak
silakan
20 Oktober pukul 22:08 · Suka
Herin Priyono OKTAVIA, nama samaran dalam Opini dan Berita
dibolehkan. Dalam Opini/Novel itu lisensi puitika pengarang. Dalam berita untuk
keamanan wartawannya. Kayaknya itu kebijakan redaksi saja, tidak dibahas dalam
kode etik.
20 Oktober pukul 22:08 · Suka
Irawan Subagja maaf pa herin numpang tanya kalo
persinggungan jurnalistik dan mengarang di buku dvinci code menurut bapa apa??
efek dari buku itu dulu cukup hebat.
20 Oktober pukul 22:11 · Batal Suka · 1
Tri C Fakhri Makasih bang Azis. Masih menunggu.
20 Oktober pukul 22:12 melalui seluler · Batal Suka · 1
Herin Priyono Ok. Aming. Profitabelitas Jurnalistik, dapat
kita lihat dari fungsi pers sebagai kontrol sosial. Maka kalau wartawannya
idealis kontrol sosialnya bagus. Tapi idealis sejati dalam pers --memang harus
gerilya dulu Aming-- koran tempat kita bekerja juga tak sedikit yang merupakan
tangan kapitalisme dan sangat partisan. Aku ada Tamu, wis yo
20 Oktober pukul 22:15 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Gerilya ya Pak, jd inget zaman perang dulu
ya Pak... hehe untuk merdeka memang hrs seperti itu. nah itu Pak satu lagi,
soal data faktual yg dikaitkan dengan dunia kepenulisan secara umum, agak
nyambung dengan pertanyaan pak Irawan Subagja dewasa ini banyak sekali kan Pak,
novel Epos, yg berbasis sejarah, atau mengangkat kisah yg sering menjadi
pertanyaan publim tentang kebenarannya, lalu dibuatlah versi novelnya oleh para
penulis, nah ini fenomena ini bagaimana Pak, kaitannya dg data faktual
jurnalistik itu bagaimana, apakah datanya bisa dipertanggungjawabkan
kebenarannya mengingat pada akhirnya banyak juga novel sejenis dg versi cerita
yg agak berbeda...
20 Oktober pukul 22:22 · Suka
Irawan Subagja betul kang azis sampling saya yg tdai saya
tanyakan itu maksdunya kesana lho.. adakah yang siap menjadi penulis seperti
tuh???
20 Oktober pukul 22:27 · Batal Suka · 1
Kamiluddin Azis Baik sahabat semua, karena memang waktu yang
sudah semakin larut, kita sudahi saja diskusi ini. Semoga setelah ini Pak Herin
Priyono bisa menyusulkan jawaban untuk pertanyaan yg masih belum terjawab serta
memberikan kesimpulan dan penutupan. Semoga diskusi ini ada manfaatnya untuk
kita semua, untuk kemajuan dunia kepenulisan dan jurnalisme saat ini. Terima
kasih banyak untuk Pak De, Pak Guru baru saya yang humble dan baik hati, sekali
kenal langsung dekat dan saya yakin banyak yang senang berguru kepada Bapak.
Terima kasih semoga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan, kesuksesan dan
cinta dari semua orang. Terima kasih juga buat sahabat Inspirasi-ku yang sudah
berpartisipasi dalam diskusi malam ini. Kita siapkan diskusi-diskusi menarik
lainnya minggu yang akan datang. Wassalam. Selamat malam ya.... sukses untuk
semua...
20 Oktober pukul 22:30 · Suka · 2
Irawan Subagja amin
20 Oktober pukul 22:34 · Batal Suka · 1
Tri C Fakhri ^^
20 Oktober pukul 22:39 melalui seluler · Suka
Eric Keroncong Protol terlambattttttttttt lagii
20 Oktober pukul 23:18 · Suka
D'perindu Queen Terimakasih..alhamdulillah..saya nyimak dulu
hehe
20 Oktober pukul 23:41 melalui seluler · Suka
Herin Priyono IRAWAN, tentang novel/fil epos sejarah. Secara
umum, penulisan sejarah selalu merupakan "produk politik" waktu
dilahirkannya. Contohnya film G30S PKI. Berapa lama dia menyembunyikan
kebohongan? Sekarang --seiring perubahan politik-- film ini jadi bulan-bulanan
(bukan dari seni filmnya, ya), tetapi film G30S PKI sebagai produk sejarah yang
tak bisa bersih dari campur tangan politik penguasa. Kedua, sejarah tidak
selalu "tunggal" tapi selalu banyak versi, madzab, dan sejarah memang
harus selalu direinterpretasikan kembali. Ini adalah "lahan perawan"
untuk penulis. Tapi tidak semua mampu memasuki wilayah ini, baik karena didesak
kebutuhan dapur, bacaan/referensi, dan menulis sejarah tidak bisa main potret
begitu saja. Ini yang belum didukung oleh keadaan di negeri ini. Kata orang,
"ora cucuk" biaya dan hasil tak sepadan.
21 Oktober pukul 1:49 · Suka · 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar