Materi Penuliisan Nonfiksi ~3~

Materi Penuliisan Nonfiksi 3

 
 
Hai...hai sahabat... Seperti sudah pernah diulas sedikit oleh Admin Kang Aming... bahwa grup kita punya proyek penulisan nonfiksi. Maka, terus pantau materi penulisan nonfiksi di grup ini. Bisa saja, kami akan menawarkan kuis penulisan dadakan dalam rangka melatih kepekaan menulis nonfiksi.

Masih tentang jenis-jenisintro dalam karya nonfiksi:
4. Teras Deskripsi (The Descriptive Lead)
Teras ini berusaha untuk menyajikan pelukisan suatu subjek atau objek pada alinea-alinea permulaan. Feature atau esai tentang profil tokoh, seringkali memanfaatkan gaya deskripsi pada teras, bahkan juga pada bagian lain. Gaya ini dimaksudkan untuk dapat melihat, mendengar, membaui, atau merasakan objek penulisan tulisan itu. perhatikan contoh teras deskripsi pada feature profil tokoh berikut:
Pagi itu, Yenny Rachman hanya memakai celana pendek dan kaos kuning bergambar bunga. Wajahnya tanpa polesan apa-apa.
Sambil menjawab pertanyaan-pertanyaan Suara Karya, sebentar-sebentar dia menyedot rokok Dunhill-nya. Belum habis diisap, api masih sekitar tiga sentimeter dari batas filternya, ia sudah menyambung dengan batang rokok baru. tiba-tiba telepon berdering, “Sebentar ya,” pinta Yenny, yang segera bangkit untuk menjawab telepon. Terdengar suara Yenny agak diperkeras. “OK, sore saja. Saya beri kabar kepastiannya.”
Rupanya ada tawaran main film lagi. “Tapi, saya ingin baca dulu skenarionya,” lanjut Yenny.
Dengan gaya deskripsi seperti di atas, pembaca dengan cepat menemukan tokoh yang diprofilkan itu seorang bintang film yang lagi laris dan doyan rokok. Pembaca seolah diajak hadir di ruang tamu rumah Yenny Rachman saat mengikuti wawancara itu.
Perlu dicatat, pemaparan deskripsi perlu sekali untuk melukiskan sifat dari tokoh atau objek tulisan. Jangan  berani menulis seorang tokoh tertentu yang sibuk tanpa deskripsi tentang kesibukannya. Jangan pula mengobral Laut Raja Ampat atau Pantai Kuta itu indah, tanpa deskripsi tentang keindahan alam tersebut. Jadi, deskripsi itu selain dapat membuat teras atau intro menjadi memikat, juga dapat dipakai pada bagian-bagian lain dalam tulisan.
  5. Teras Pengusik (The Teaser Lead)
Teras sebuah tulisan Opini Nonfiksi dapat dibuat lebih menarik dengan gaya yang berbeda. Cara ini adalah dengan menggelitik atau mengusik pembaca pada kalimat-kalimat permulaan. Misalnya saja, saat mengisahkan sebuah robot baru dengan kemampuan istimewa (sebagai pelayan restoran), bisa dimulai dengan:
Tangan enam. Kakinya tiga. Mampu berbicara dalam bahasa Jepang, Arab, Spanyol, Rusia, dan Inggris. Dia kini mulai menggantikan peran gadis-gadis pelayan di restoran-restoran di Jepang. Dialah, Cybro-X, sebuah robot berbentuk manusia dengan teknologi tercanggih saat ini.
  6. Teras Jenaka/aneh (The Freak Lead)
Selain teras pengusik, pembaca juga bisa digelitik langsung dengan kalimat-kalimat permulaan yang jenaka atau aneh. Contoh:
Kucing garongku sayang...
Orang menyebrang, mampuslah kau!
Setelah dibuka dengan kalimat aneh, kemudian ditambahkan dengan alinea lanjutan... misalnya:
 Di rumah, kucing yang suka nyolong ikan sering kena ketok gagang sapu. Tetapi, di jalan raya, bila sedang kritis, seorang pengemudi harus memilih mana yang harus diselamatkan: kucing atau manusia. Kucing selamat, manusianya tergeletak di jalan.
 Alinea lanjutan di atas hanya sekadar contoh dari sebuah tulisan tentang kebiasaan para pengemudi yang meghindari kucing di jalan raya, mengubur bangkai kucing yang kebetulan ditemukan, menyembunyikan klakson di dekat tempat angker, dan seterusnya.
Maka, teras seperti ini sesuai dengan tema yang mengajak pembaca untuk menertawakan kekonyolan diri sendiri dan sekitarnya.

([masih] bersambung)


Baca juga :
Materi 1
Materi 2

Materi Penulisan Nonfiksi ~2~

Materi Penulisan Nonfiksi 2

 
Masih mengenai penulisan Opini Nonfiksi, baik berbentuk Artikel, feature, maupun esai. Selanjutnya, penyusun mencoba menghadirkan kembali materi tentang lead atau teras tulisan awal. Seperti halnya yang telah diungkapkan pada edisi sebelumnya, lead/teras merupakan kunci keberhasilan karya opini nonfiksi secara keseluruhan.

  3. Teras Narasi
Teras dengan gaya ini, sering sangat berhasil memikat pembaca. Seperti halnya dalam penulisan Opini Fiksi, macam Cerita Pendek dan novel, teras ini “menyeret” pembaca untuk mengikuti sebuah alur penulisan. Dalam, Opini Nonfiksi, cara ini paling ampuh dipakai dalam intro feature atau Esai bergaya sastra.
Contoh:
Gejala aneh muncul di Teluk Minamata, jepang, awal tahun 1950-an. Banyak jenis ikan yang dikenal lincah berenang, mendadak tampak loyo, tidak gesit, bahkan mudah ditangkap dengan tangan. Sejumlah besar ikan tersebut, lalu mati mengambang. Bukan hanya itu; para kerang yang biasanya berkembang subur, sekonyong-konyong merana. Hampir semuanya mati membusuk, bahkan sebelum dipanen para nelayan.
Di kampung para nelayan, kejadian serupa berlaku pada kucing-kucing peliharaan, yang tiap hari menyantap ikan dari majikan mereka. Binatang peliharaan ini seperti mabuk, bergerak tak tentu arah, mencebur ke laut, dan mati. Akhirnya, kucing hampir tidak kelihatan lagi di perkampungan nelayan di Teluk Minamata.
Sementara itu, pada manusianya pun, tampak gejala penyakit baru. Para nelayan dan keluarga mereka yang mengonsumsi ikan hasil tangkapan, banyak yang mengeluh sakit kepala. Kulit mereka tiba-tiba meradang, begitupun jari-jari di kaki dan tangan mereka. Ada pula, mereka yang seperti kehilangan keseimbangan. Mereka bergerak dan berbicara serupa orang yang mabuk. Mula-mula, kejadian ini dikira gejala sipilis. Sama halnya dengan mereka yang kehilangan keseimbangan, mereka dikira terlalu banyak minum alkohol.
Penyakit apa gerangan? Dr. Hajime Hosokawa meneliti ihwal penyakit aneh, yang menyerang ikan, kerang, kucing, bahkan sampai penduduk Minamata ini. akhirnya, dia menemukan diagnosa yang mengejutkan: ikan, kerang, kucing, dan penduduk Minamata ternyata keracunan logam berat air raksa (metil merkuri), yang dibuang sebuah perusahaan di tepi pantai Minamata.
Itulah sebab air laut tercemar. Sehingga, akibat dari air yang tercemar merkuri ini telah otomatis meracuni ikan, udang, dan kerang. Akhirnya, manusia dan kucing yang mengonsumsi makanan dari laut itu pun ikut keracunan. Begitulah kisah awal bencana di teluk Minamata, yang telah meminta banyak korban penduduk Minamata dan sekitarnya.

Dari beberapa alinea intro di atas, bisa dipastikan pembaca sudah berhasil dipikat untuk membaca alinea demi alinea. Selanjutnya, tulisan bisa diarahkan menjadi lebih serius karena mulai mempersoalkan masalah limbah pabrik yang dibuang ke laut. Misalnya, hasil penelitian tentang kadar percemaran logam berat di suatu daerah tepi laut.
Teras atau intro gaya narasi semacam ini, sering dipakai untuk penulisan feature tentang perjalanan (pariwisata) atau petualangan. Akan tetapi, untuk penulisan tentang masalah-masalah lain pun bisa dipakai. Bahkan, bisa jadi lebih memikat, apabila si penulis memang kaya imajinasi dalam merangkum bahanbahan atau data yang diperolehnya.

(bersambung - disarikan dari Menjadi Jurnalis Masa Depan karya Imam S, dengan perubahan seperlunya)

Baca juga :

Materi 1

Materi Penulisan Nonfiksi ~1~

Materi Penulisan Nonfiksi

 
Hai, sahabat ispirasi-ku semua. Pada kesempatan kali ini, penyusun materi coba mengetengahkan uraian mengenai penulisan nonfiksi. Adapun karya nonfiksi di sini dibatasi pada penulisan Artikel, Feature, dan Esai saja. Semoga bermanfaat!

Banyak Karya nonfiksi dinilai menarik, karena keberhasilan si penulis membuat lead atau teras yang memikat. Taruhlah, artikel atau feature (artikel sastrawi). Karya tulis ini sering kita jumpai di surat kabar dan majalah. Lead atau teras sendiri merupakan bagian yang mencerminkan isi tulisan secara keseluruhan dan menjadi unsur terpenting dalam artikel atau feature. Lead atau teras diletakan di paragraf pertama awal tulisan.
Tidak ada teori baku, yang menjamin penulis artikel atau feature, dapat menghasilkan tulisan memikat dari teras hingga kalimat penutup. Memang ada sebuah nasehat dari profesor jurnalistik bahwa agar tulisan itu menarik “harus selalu membuat pembaca bertanya-tanya setiap sembilan atau sepuluh kalimat.” Misalnya, usahakan agar pembaca setelah dipikat oleh teras, memasuki alinea berikutnya, bakal bertanya “Kemudian apa lagi?” kemudian setelah membaca sembilan atau sepuluh kalimat muncul lagi keingintahuan lebih lanjut “Lantas...?”, dan setelah itu pada kalimat-kalimat selanjutnya masih saja dia bertanya-tanya “Setelah itu...?” atau malah tersentak, “Lho kok begitu...?” kemudian dan seterusnya.
Tetapi dalam praktiknya, tidak mudah menyajikan tulisan nonfiksi (artikel atau feature) yang menggelitik setiap sembilan atau sepuluh kalimat. Akan tetapi, jika saja kita dapat bernalar seperti ini “ jika teras atau lead tulisan kita tidak menarik, bisa dipastikan penjelasan selanjutnya akan tidak menarik atau bahkan semrawut.

Bentuk-bentuk Teras

1. Teras Ikhtisar (The Summary Lead)
Teras ikhtisar dipakai jika bahan tulisan itu sendiri dipastikan menarik. Pembaca tidak perlu dipikat pada teras atau lead dengan kalimat-kalimat yang menggoda. Artikel atau feature yang baik umumnya seperti lead pada laporan “Berita”, yaitu mengandung unsur 5W + 1H. Apalagi dengan judul hyang memikat. Maka, dengan menggunakan teras yang menggoda atau menggelitk keingintahuan pun malah bisa lebih baik lagi. Artikel atau Feature tentang “Resep Panjang Umur”, misalnya, pasti menarik. Takut mati (jadi ingin lebih panjang umur) sudah naluri manusia. Karena itu, dimulai dengan teras apapun pasti banyak dibaca.
Untuk judul feature “Resep Panjang Umur”, Anda bisa memulainya dengan teras:
Umur di tangan Tuhan, tetapi rupanya dengan lingkungan hidup bersih dan kebiasaan makan dan minum yang sehat, serta teratur, manusia dapat mencapai usia lebih panjang. Itulah sebabnya penduduk di beberapa bagian dunia, seperti di Hunza, Pakistan, atau di daerah Soviet, Azarbaijan, dapat mencapai usia rata-rata mendekati 100 tahun. Padahal, di Amerika Serikat yang lebih makmur, usia rata-rata hanya 71 tahun. Bahkan, di Indonesia rata-rata Cuma 56 tahun.
Atau Anda bisa saja memulainya dengan lebih menarik lagi, seperti:
Alam menghadiahi manusia usia 115 tahun. Demikian menurut penelitian terbaru garantologi; cabang ilmu kedokteran yang mempelajari proses menuanya manusia. Akan tetapi, mengapa jarang sekali manusia bisa mencapai usia setinggi itu, yang sebetulnya merupakan haknya? Makan dan minum yang keliru, lingkungan yang tidak sehat, dan kegiatan sehari-hari yang tidak proporsional, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan manusia mati sebelum mencapai usia hadiah dari alam tersebut.

2. Teras kutipan (The quotation lead)
Teras sebuah artikel/feature/esai dapat menjadi sangat menarik karena menggunakan kutipan pernyataan yang bombastis, mengejutkan, memberi harapan, atau sebaliknya; mengundang tawa. Penulis yang memakai teras kutipan harus jeli memilih kutipan apa/mana yang keluar dari mulut seorang tokoh. Sehingga, dapat tepat diangkat menjadi teras karyanya. Pemilihan quotes yang tepat dan tipografi yang menarik, juga membuat tulisan itu sendiri menjadi benar-benar eye-catcher. Misalnya tipografi centered berikut:
Secara alamiah, setiap anak bersifat unik, memiliki keragaman individual,
berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, seperti dalam hal kecerdasan (intelegensi), bakat, dan kondisi jasmani. Berdasarkan keragaman karakteristik tersebut,
perlu dipikirkan model pendidikan yang dapat memfasilitasi perkembangan anak
sesuai dengan keunikan karakteristiknya.
 (Yusuf. 2009: 159)

(bersambung)

Diskusi tentang PUISI : Diksi atau Alur?

mau tanya :
pada puisi itu lebih penting alur klimaks atau diksinya ?
· · Kemarin jam 0:07

    • Aldy Istanzia Wiguna maaf dek. boleh sedikit merevisi tidak ya. kalau boleh syukur alhamdulillah. setahu saya puisi itu kan karya sastra yang ditulis dalam bentuk bait bukan paragraf. dan dibangun dengan dua unsur diantaranya unsur lahir dan unsur batin. unsur lahirnya apa saja : 1. diksi, 2. gaya bahasa, 3. imaji, 4. perwajahan atau tipografi, 5. gaya bahasa, 6. rima. kalau unsur batinnya itu ada tiga : 1. tema, 2. nada dan suasana, 3. amanat.
      Kemarin jam 0:11 · · 4
    • Aldy Istanzia Wiguna jadi kalau merujuk pada paparan di atas maka alur dan klimaks dalam puisi itu tidak ada. jelas itu tidak penting. karena yang terpenting dalam sebuah puisi itu sesungguhnya diksi namun kalau saya lebih mementingkan gaya bahasa juga karena bisa memperindah puisi itu sendiri. kalau untuk alur dan klimaks itu hanya ada dalam prosa seperti cerpen, novel atau roman. begitu dek Septiani Ananda Putri. maaf kalau saya sok tahu ya. soalnya pertanyaan adek agak sedikit aneh tapi lumayan menantang. sukses untuk adek :)
    • Septiani Ananda Putri ndak papa, saya kan bertanya untuk mendapatkan kebenaran,
      malah alhamdulillah banget kalo Mas mau membenarkan,

      secara teori saya juga tau nya itu Mas,

      nah, ada grup kepenulisan yang mempersilakan untuk publikasi puisi,
      anggotanya memberi komentar
      'alurnya sudah bagus, alurnya pas'
      itu bagaimana Mas?
      Kemarin jam 0:18 · · 1
    • Aldy Istanzia Wiguna kalau menurut saya itu salah. salah dalam artian mungkin dia ingin mengatakan diksinya sudah bagus, diksinya pas. karena seperti yang sudah saya katakan di awal dalam puisi itu tidak ada yang namanya alur apalagi antiklimaks. itu hanya ada di prosa saja.
    • Septiani Ananda Putri ah, alhamdulillah kalo begitu
      :)
      terimakasih banyak Mas,
      memang tidak semua isi Facebook bisa dijadikan acuan, hehe
      salam sastra!
    • Aldy Istanzia Wiguna sama-sama. yang penting saran dari saya jangan cuma banyakin baca dan tahunya disini saja. coba baca buku-buku tentang sastra atau kumpulan puisi yang sastra bukan yang pop. dari sana kita bisa sedikit mengambil acuan. kalau di facebook jujur saya sendiri tidak banyak saya gunakan sebagai acuan. karena pada dasarnya ada beberapa yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
      Kemarin jam 0:25 · · 2
    • Septiani Ananda Putri sudah sering Mas,
      tapi sangat lambat buat saya memahami sastra murni,
      baca buku Godlob aja dua minggu, padahal tipis,
      yang lumayan mampu karangannya A.A Navis,
      tapi jarang aku temuin,
      kebanyakan sastra lama yang berat-berat,
      adakah saran Mas?
    • Aldy Istanzia Wiguna kalau mau coba baca kumpulan puisinya Sapardi Djoko Damono atau Taufiq Ismail. itu sastranya gak terlalu berat. tapi asyik.
      Kemarin jam 1:35 · · 3
    • Septiani Ananda Putri wah, sip
      :)

      *penasaran :D
    • Langga Gustanto Sekedar Sharing karena mengingat pembahasan di atas mengenai Puisi: Ini materi yang kemarin malam saya sampaikan di Grup Indonesian Writers University--karena progam Puisi kebetulan diamanahkan buat saya yang mengisinya:

      Apa sih Essay itu?

      Esai adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya. Pengarang esai disebut esais. Esai sebagai satu bentuk karangan dapat bersifat informal dan formal. Esai informal mempergunakan bahasa percakapan, dengan bentuk sapaan “saya” dan seolah-olah ia berbicara langsung dengan pembacanya. Adapun esai yang formal pendekatannya serius. Pengarang mempergunakan semua persyaratan penulisan.

      Salah satu karya puisi essay yang saya sukai ialah milik Hasan Aspahani. Apakah IWU Addict kenal dengan penyair satu ini??
      Berikut petikan puisi Essay Beliau ;

      ”Lupakan aku,” ujarmu dengan suara pipih dan lembab
      di bingkai pertama, balon percakapan
      itu tiba-tiba pecah dan menjelma kabut,
      juga dingin dan kata-kata di dalamnya
      jadi percik rintik.
      Aku menggambar payung untukmu,
      tapi kau menolak dan meminta aku memelukmu: ”Biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
      Lalu kugambar sebuah rumah di bingkai kedua dengan kamar-kamar labirin. ”Aku tersesat,” katamu.

      ”Tidak! aku bersembunyi dan kau mencariku seperti permainan petak-umpet!”

      DI bingkai ketiga, kugambar genangan basah
      airmata dan keringat yang
      berpunca dari resah dan lelah,
      ”Aku mau pulang dan tidur,” pekikmu (Sajak ”Komik Strip, 1”)

      Kordinator Puisi
      (Langga Gustanto)
      Kemarin jam 1:52 · · 3
    • Langga Gustanto mungkin bisa kita simpulkan bersama setelah membaca puisi Essay di atas. Di sana terdapat alurnya, bahkan disisipkan juga beberapa dialog.
      Kemarin jam 1:53 · · 1
    • Langga Gustanto ini link puisi Essay, jika memang mau membaca. Silakan http://puisi-esai.com/
      puisi-esai.com
      ‎/1/ Ditatapnya sekali lagi sapu tangan itu, tak lagi putih; tiga belas tahun berlalu. Korek api di tangan, siap membakarnya menjadi abu masa...
      Kemarin jam 1:57 · · 1 ·
    • Aldy Istanzia Wiguna puisi essay. boleh tahu bagaimana sejarahnya kang ?. soalnya saya merasa agak aneh saja baru tahu puisi ada alur sama klimaksnya. maaf bukan saya tidak setuju. tapi pengen tahu dan pengen mempelajarinya saja.
    • Aldy Istanzia Wiguna puisi essay. boleh tahu bagaimana sejarahnya kang ?. soalnya saya merasa agak aneh saja baru tahu puisi ada alur sama klimaksnya. maaf bukan saya tidak setuju. tapi pengen tahu dan pengen mempelajarinya saja.
    • Langga Gustanto Setau saya sih puisi essay itu ritmenya bercerita suatu pembahasan saja atau satu konflik---sangat terlihat berbeda dengan puisi seperti biasanya kita baca. Konon ini genre baru dunia perpuisian Kang Aldy Istanzia Wiguna. Saya sendiri sedang mempelajarinya, dan rupanya saya mulai jatuh cinta dengan puisi essay--lebih mengena di hati saya..hehehehe
    • Aldy Istanzia Wiguna oh gitu. siip deh. hehe :)
    • Langga Gustanto itu dia, kenapa saya mempelajarinya? karena saya merasa aneh (Diawal) mendengarnya tetapi setelah banyak-banyak sharing dengan teman ditambah banyak membaca puisi Essay karangan penyair hebat..saya klepek-klepek dan sangat tertarik buat mempelajarinya sekarang
    • Ali Sakit Wirasatriaji mau tanya :
      pada puisi itu lebih penting alur klimaks atau diksinya ?

      penting semua, tapi yang lebih penting lagi "Roh puisi"
      Kemarin jam 2:22 · · 2
    • Septiani Ananda Putri Mas Langga Gustanto : terimakasih sekali atas infonya, pasti jika dibandingkan dengan yang lain disini pasti kening saya yang paling berkerut saat membaca tentang adanya puisi essay,
      saja juga jadi tertarik,
      :) berhubung saya juga lebih menyukai dialog, :D
      btw, apakah hanya puisi essay yang memiliki alur klimaks?
      puisi biasa apakah juga punya?

      Mas Aldy Istanzia Wiguna : saya lebih heran dripada anda Mas, hehe

      Mas Ali Sakit Wirasatriaji : dan pastinya membuat antara "Roh" dan "Raga" mampu bersatu untuk menaklukkan pembaca, hehe
      :D
    • Langga Gustanto kalau puisi yang sering kita baca atau ketahui mah seperti yang disebutkan sama Kang Aldy Istanzia Wiguna tadi...
      • Kamiluddin Azis Maaf ya saya terlambat ikut menyimak... semua yg dibahas oleh sahabat Aldy Istanzia Wiguna, Langga Gustanto dan Ali Sakit Wirasatriaji itu benar. Dan pada perkembangannya sastra kita melahirkan genre baru, yaitu yg disebut puisi esai itu. Sebelumnya kita mengenal prosa lirik atau prosa puitis atau kalau di luar negeri dikenalnya sebagai puisi lirik. Ini hampir sama dengan puisi esai mungkin, karena unsur kata-kata yang membangun puisi itu secara sintaksis berkaitan satu dengan lainnya, seolah merangkai sebuah cerita atau prosa. Penulisannya bisa dibentuk dalam paragraf bisa juga dalam bait-bait seperti halnya puisi.
      • Kamiluddin Azis Kalau diizinkan saya mau copas hasil diskusi ini untuk saya publish di blog grup supaya banyak yg membaca dan kemudian mengembangkan pembahasannya menjadi lebih terstruktur dan menggali lebih banyak teori yang relevan. Boleh ya?