Materi Penulisan Nonfiksi ~1~

Materi Penulisan Nonfiksi

 
Hai, sahabat ispirasi-ku semua. Pada kesempatan kali ini, penyusun materi coba mengetengahkan uraian mengenai penulisan nonfiksi. Adapun karya nonfiksi di sini dibatasi pada penulisan Artikel, Feature, dan Esai saja. Semoga bermanfaat!

Banyak Karya nonfiksi dinilai menarik, karena keberhasilan si penulis membuat lead atau teras yang memikat. Taruhlah, artikel atau feature (artikel sastrawi). Karya tulis ini sering kita jumpai di surat kabar dan majalah. Lead atau teras sendiri merupakan bagian yang mencerminkan isi tulisan secara keseluruhan dan menjadi unsur terpenting dalam artikel atau feature. Lead atau teras diletakan di paragraf pertama awal tulisan.
Tidak ada teori baku, yang menjamin penulis artikel atau feature, dapat menghasilkan tulisan memikat dari teras hingga kalimat penutup. Memang ada sebuah nasehat dari profesor jurnalistik bahwa agar tulisan itu menarik “harus selalu membuat pembaca bertanya-tanya setiap sembilan atau sepuluh kalimat.” Misalnya, usahakan agar pembaca setelah dipikat oleh teras, memasuki alinea berikutnya, bakal bertanya “Kemudian apa lagi?” kemudian setelah membaca sembilan atau sepuluh kalimat muncul lagi keingintahuan lebih lanjut “Lantas...?”, dan setelah itu pada kalimat-kalimat selanjutnya masih saja dia bertanya-tanya “Setelah itu...?” atau malah tersentak, “Lho kok begitu...?” kemudian dan seterusnya.
Tetapi dalam praktiknya, tidak mudah menyajikan tulisan nonfiksi (artikel atau feature) yang menggelitik setiap sembilan atau sepuluh kalimat. Akan tetapi, jika saja kita dapat bernalar seperti ini “ jika teras atau lead tulisan kita tidak menarik, bisa dipastikan penjelasan selanjutnya akan tidak menarik atau bahkan semrawut.

Bentuk-bentuk Teras

1. Teras Ikhtisar (The Summary Lead)
Teras ikhtisar dipakai jika bahan tulisan itu sendiri dipastikan menarik. Pembaca tidak perlu dipikat pada teras atau lead dengan kalimat-kalimat yang menggoda. Artikel atau feature yang baik umumnya seperti lead pada laporan “Berita”, yaitu mengandung unsur 5W + 1H. Apalagi dengan judul hyang memikat. Maka, dengan menggunakan teras yang menggoda atau menggelitk keingintahuan pun malah bisa lebih baik lagi. Artikel atau Feature tentang “Resep Panjang Umur”, misalnya, pasti menarik. Takut mati (jadi ingin lebih panjang umur) sudah naluri manusia. Karena itu, dimulai dengan teras apapun pasti banyak dibaca.
Untuk judul feature “Resep Panjang Umur”, Anda bisa memulainya dengan teras:
Umur di tangan Tuhan, tetapi rupanya dengan lingkungan hidup bersih dan kebiasaan makan dan minum yang sehat, serta teratur, manusia dapat mencapai usia lebih panjang. Itulah sebabnya penduduk di beberapa bagian dunia, seperti di Hunza, Pakistan, atau di daerah Soviet, Azarbaijan, dapat mencapai usia rata-rata mendekati 100 tahun. Padahal, di Amerika Serikat yang lebih makmur, usia rata-rata hanya 71 tahun. Bahkan, di Indonesia rata-rata Cuma 56 tahun.
Atau Anda bisa saja memulainya dengan lebih menarik lagi, seperti:
Alam menghadiahi manusia usia 115 tahun. Demikian menurut penelitian terbaru garantologi; cabang ilmu kedokteran yang mempelajari proses menuanya manusia. Akan tetapi, mengapa jarang sekali manusia bisa mencapai usia setinggi itu, yang sebetulnya merupakan haknya? Makan dan minum yang keliru, lingkungan yang tidak sehat, dan kegiatan sehari-hari yang tidak proporsional, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan manusia mati sebelum mencapai usia hadiah dari alam tersebut.

2. Teras kutipan (The quotation lead)
Teras sebuah artikel/feature/esai dapat menjadi sangat menarik karena menggunakan kutipan pernyataan yang bombastis, mengejutkan, memberi harapan, atau sebaliknya; mengundang tawa. Penulis yang memakai teras kutipan harus jeli memilih kutipan apa/mana yang keluar dari mulut seorang tokoh. Sehingga, dapat tepat diangkat menjadi teras karyanya. Pemilihan quotes yang tepat dan tipografi yang menarik, juga membuat tulisan itu sendiri menjadi benar-benar eye-catcher. Misalnya tipografi centered berikut:
Secara alamiah, setiap anak bersifat unik, memiliki keragaman individual,
berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, seperti dalam hal kecerdasan (intelegensi), bakat, dan kondisi jasmani. Berdasarkan keragaman karakteristik tersebut,
perlu dipikirkan model pendidikan yang dapat memfasilitasi perkembangan anak
sesuai dengan keunikan karakteristiknya.
 (Yusuf. 2009: 159)

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar