Senior Editor Penerbit DIVA PRESS Yogyakarta
Senin 2 Desember 2013
Selamat malam Sahabat
Inspirasi-ku,
Pada Senin
malam, 2 Desember 2013 kemarin, digelar diskusi Online mengenai proses editing.
Yang menjadi nara sumber ialah Mbak Rina, Senior Editor Penerbit Diva Press
Yogyakarta. Di awal perkenalan, setelah Kang Aming membuka pertemuan dengan
sedikit perkenalan, dan sapaan hangat khasnya, Mbak Rina memberikan sedikit
teori tentang Proses Editing.
Buat yang
kemarin tidak ikut diskusi, bisa mengikuti petikannya dalam blog ini. Silakan
lanjutkan diskusi melalui komentar-komentar dalam blog ini, bersama Sahabat
Inspirasiku lainnya.
Berikut copas
hasil diskusi.
Kamiluddin Azis :
Selamat malam
Mbak Rina Lubis Stone
Gimana nih
kabarnya?
Sblmnya kami
mau ngucapin terima kasih karena Mbak Rina sdh berkenan menjadi nara sumber
diskusi kita ttg "Peranan Editor dalam Kesuksesan sebuah Novel",
malam ini.
Mungkin Mbak
bisa memulai diskusi ini dg perkenalan diri, sedikit materi ttg proses editing
secara umum atau share pengalaman Mbak Rina selama ini.
Monggo,
silakan, Mbak...
(saya sambil
mention sahabat lain ya ...)
Rina Lubis Stone :
Selamat malam
kawan Inspirasi-Ku dan Mas Kamiluddin Azis, makasih udah ngajak saya buat
sharing di sini. Kabar saya alhamdulillah baik.
Oke malam ini
ada banyak hal yang bisa kita bareng-bareng obrolin seputar editing.
Saya mulai
dari tugas editor itu apa sebenernya. Editor itu seperti bodyguard alis
pengawal. Sebuah penerbitan indie atau mayor, pastilah punya yang namanya
editor. Sebuah naskah mentah (kita sebut demikian ya kalau masih baru datang
dari penulis) perlu dicek lebih lanjut, mulai dari "pondasi" naskah
sampai teknik-teknik penulisannya. Keduanya harus baik ketika terbit. Seorang
editor harus jeli ketika menghadapi sebuah naskah. Sesuatu yang kemungkinan
terlewatkan oleh penulis, seharusnya bisa dilihat oleh editor.
Misal yang
kecil, nama tokoh dan karakter, itu harus sinkron, perubahan karakter bisa saja
terjadi, tapi harus logis. Logis dalam arti, bisa dipahami oleh pembaca.
Atau yang
sifatnya vital, ya logika cerita. Adakah yang dirasakan janggal ketika dibaca
oleh editor. Itu harus dibenahi.
Teknik
penulisan. Ini memang sifatnya relatif. Ada yang berlaku umum di setiap
penerbitan ada yang khusus. DIVA punya cukup banyak aturan dalam selingkung
yang bahkan tidak sejalan dengan aturan umum yang ada.
Editor akan
menyeleraskan semuanya dalam proses editing. Satu naskah novel kalau ketebalan
200-an, kira-kira bisa diedit 1-2 minggu. Tergantung tingkat kesulitan
naskahnya.
Naskah sulit
yang seperti apa? Teknik, itu paling mudah terbaca. Entah salah ketik, salah
tanda baca, salah nada, dan sebagainya.
Lalu seberapa
besar wewenang seorang editor atas sebuah naskah? Relatif sih. Untuk beberapa
penulis ternama, perubahan kecil saja harus dikomunikasikan. Mereka ini memang
sudah punya gaya tulis yang khas. Kalau diubah editor secara serampangan, akan
tidak sempuna naskah itu.
Kamiluddin Azis :
Trims Mbak
Rina, ada istilah yg pernah sy dengar bahwa sebaik2 editor itu adalah penulis
itu sendiri. Itu menurut pendapat Mbak Rina bagaimana ya?
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: Ya, bener banget. Lagi-lagi kembali menegaskan bahwa editor hanya "penjaga"
bukan si pemilik cerita. Maka dari itu, matangkan ceritanya baru dikirim ke
penerbit. Jangan setengah matang atau bener2 mentah. Karya yang baik adalah
yang paling minim menggunakan jasa editor. Banyak penulis yang sampai di tahap
ini. Kuncinya? Ya selalu menulis, dengan begitu akan terbentuk kedisiplinan
secara otomatis.
Haqi Zou Fadillah :
*menyimak*
Utami Panca Dewi :
Menyimak,
menimba ilmu.
Kamiluddin Azis :
Tapi sy dengar
jg adakalanya editor 'galak', dalam artian, mungkin atas pertimbangan tertentu,
ia memberikan masukan yg sifatnya memaksakan ide pd penulisnya. Atau ada jg yg
tanpa kompromi merubah bagian2 tertentu yg fatalnya menurut penulis itu part yg
penting. Itu bagaimana ya Mbak?
Panji Pratama :
Mbak Rina
Lubis Stone salam sastra. Mau tanya, tahun 2014 nanti Diva "memilih"
tulisan fiksi genre apa sih?
Haqi
Zou Fadillah :
Mba Rina Lubis
Stone bagaimana menjadi self-editor? Soalnya sebagai penulis selalu punya
anggapan tulisan kita sudah bagus
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: saya rasa setiap editor itu mewakili "taste" penerbitan. Itulah
sebabnya sejumlah penulis menganggap editor ada yang "galak".
Barangkali saya salah satunya di antaranya. Pernah lho saya meminta penulis
mengubah 100 persen karyanya karena sangat rentan dengan penjiplakan. Itu
sangat membahayakan penerbit. Memang harus ada komunikasi antara penulis dan
editor.
Kamiluddin Azis :
Wah 100%? jadi
penasaran, awalnya bagaimana bisa tulisannya di-acc kalo pd akhirnya hrs banyak
yg diubah hingga sebanyak itu Mbak...
Rina Lubis Stone :
Panji Pratama:
kami punya beberapa konsep novel di tahun 2014, tentunya tidak akan saya
bocorkan di sini. Konsep2 itu sistemnya akan kami "lelang" kepada
publik untuk dikerjakan selamat rentang waktu tertentu.
Haqi Zou
Fadillah: kebiasaan membaca dan menulis buku yang sudah terbit secara perlahan
akan membuat seorang penulis paham dengan self editing. Bagaimana cara membuat
kalimat yang nyaman dibaca, tidak ambigu, tidak membosankan dan sebagainya
Kamiluddin Azis :
Panji Pratama
siap2 aja... kalau tdk salah ada 2 tema yg kemarin sdh dibuka. Kembali ke Mbak
Rina, di awal td Mbak katakan bahwa Diva berbeda dg penerbit lain (dalam hal
seleksi dan editing naskah), kalau boleh tahu seberapa berbedanya Mbak... ketat
ya Mbak untuk lolos Diva (titipan pertanyaan dr yg sedang ngumpet)
Kamiluddin Azis :
Ambigu,
aduh... itu penyakit saya... lanjut menyimak
Panji Pratama :
Kalau
dibocorkan kan bisa siap-siap hehe... Diva kan sekarang banyak imprintnya..
khusus fiksi dewasa semacam thriler atau suspense berapa hlmn kira2 minimalnya?
Endang Ssn :
selamat malam
mbak Rina ... editor dan penulis itu ga bs dipisahkan. dibalik karya yg
"keren" pasti ada editor yang "keren" pula. oh ya, biasanya
sebuah novel itu bisa dikasih toleransi sampai berapa lama dlm proses revisi?
apa ya ada kemungkinan ktk revisi tetap tdk sesuai dg penerbit akan
dikembalikan pd penulisnya?
Rina
Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: di DIVA, acc dan editing dilakukan oleh orang yang berbeda. Kenapa naskah
bisa ACC di evaluasi, bisa dikatakan itu adalah naskah potensial. Punya nilai
jual. Sementara editor melihat dengan scope yang lebih spesifik. Editor adalah
orang yang ditugaskan untuk lebih jeli menghadapi sebuah naskah.
Kamiluddin Azis :
Pertanyaan
Mbak Endang Ssn itu mewakili pertanyaan bbrp sahabat lain yg rupanya punya
pengalaman seperti itu.
Rina
Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: Ketat atau tidaknya seleksi itu relatif juga. Di penerbit lain ada yang
naskah itu diseleksi oleh penulis ternama yang jelas seleranya tinggi. Kalau
dia tidak suka, ya dia punya hak untuk menolak. Ada pula yang naskah diseleksi
oleh beberapa orang sekaligus, termasuk meminta pendapat marketing. Seleksi
semua naskah reguler DIVA dilakukan oleh masing-masing pemimpin redaksi. Saya
pribadi tidak pernah tuntas membaca semua naskah masuk. Ada beberapa bagian
yang saya jadikan patokan sebuah naskah layak atau tidak layak terbit.
Kamiluddin Azis :
Oh, seperti
itu ya Mbak, pantesan. #makinngerti deh... nah itu juga, kan katanya editor itu
wakil dr pembaca sehingga dia yg bisa jeli melihat kekurangan naskahnya di
bagian mana saja, dan lalu memerankan tugasnya untuk memperbaiki itu. Tapi apa
cukup seorang editor itu mewakili sekian ribu pembaca yg seleranya juga mungkin
berbeda-beda? Ada tidak Mbak 1 novel diediting oleh lebih dr 1 editor?
Rina
Lubis Stone :
Panji Pratama:
yang pasti, untuk divisi yang saya tangani (remaja dan young adult) sedang
marak novel2 tematik. Yg ditawarkan secara terbuka adalah novel profesi.
setelah itu akan ada lagi. Konsepnya sudah saya pegang. Insya Allah minggu
depan akan dipublish di blogdivapress.com. Rajin2 aja mampir di blog kami mas
Haqi Zou Fadillah :
Ohh iya Mba
bagian-bagian editor itu ada apa saja sih? Apakah proofreader di bawah naungan
editor?
Rina Lubis Stone :
Endang Ssn:
saya rasa seharusnya di balik sebuah karya keren ada penulis yang keren. lagi2
editor hanya penjaga, bukan si kreator yang mendominasi karya itu seputar
revisi. apa dulu nih yang harus direvisi, banyak atau tidak? sifatnya
substansial atau cuma perkara typo yang terlalu banyak? Kami beri waktu
seminggu untuk yang sifatnya salah ketik dan lain2. untuk yang sampai
berpengaruh pada cerita, bisa lebih, kadang penulisnya bisa aja tiba-tiba
ngilang karena pusing sama revisi. Ini sangat tidak bagus. Apakah semua naskah
yang direvisi akan sesuai dengan permintaan editor? Itu harapan editor. Tapi
terkadang penulis melakukan revisi yang melenceng, bahkan jadinya membuat
semakin banyak yang harus direvisi. Jika belum sesuai, naskah akan terus
dikembalikan oleh editor ke penulis dan semakin lama naskah itu terbit.
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: editor itu bukan mewakili pembaca, tapi kepentingan penerbit. Saya sebagai
bagian dari redaksi, berharap naskah bagus semuanya diterima, tapi di hadapan
saya ada marketing. Marketing kepentingannya omzet. Buat apa naskah bagus kalau
penjualan tiap bulan hanya 100 eksemplar, sementara naskah yang biasa aja di
mata editor bisa laku 1000 eksemplar. Memang pada akhirnya redaksi dan
marketing akan selalu mengambil garis tengah, buku bagus yang penjualannya
harus bagus. Kita nggak bisa menutup fakta di lapangan kalau tren pasar yang
sekarang bukan di karya-karya sastra berat, tapi yang ringan. Itulah sebabnya
perbandingan novel sastra dengan remaja yang terbit di DIVA setiap bulannya
adalah 3:10.
Petra Shandi :
halo mbak
Rina... maaf baru nyimak. baru pulang kerja. heheh.. saya punya pengalaman rada
gak bagus sama editor, sampai2 naskah saya batal diterbitkan. tapi baca
pemaparan diatas akhirnya saya paham
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: kalau dalam kondisi normal, 1 naskah biasanya diedit oleh 1 editor.
kecuali naskah itu sudah masuk jadwal terbit dan proses editingnya masih
panjang. mau tidak mau, ada perbantuan di sini. Tapi kasuistik. Karena masing2
editor punya taste yang berbeda-beda.
Ririen Narsisabiz Pashaholic :
#kecup
ngundang mbak rina. mbak rina kan udah 5x menerima naskah pada akhirnya
ditolak. kekurangan naskah saya gimana sih? #penasaran
Rina
Lubis Stone :
Haqi Zou
Fadillah: di masing-masing penerbit, berbeda-beda saya rasa. Di DIVA, proses
editing itu hanya 1 lapis. Maka dari itu, setiap editor wajib membaca 1 naskah
2-3 kali. Editing awal, editing kedua, lalu proofreading.
Kamiluddin Azis :
Mbak Rina ada
yg titip tanya juga via sms, seorang editor itu katanya harus lebih jago apanya
dibanding penulis? Maksudnya syarat2 spy jd editor apa aja kali ya? syarat
akademis, dll
Ririen Narsisabiz Pashaholic :
nanya lagi
menurut mbak rina naskah yg layak terbit gimana sih? dan setiap bulan mbak rina
ngedit berapa naskah?
Rina
Lubis Stone :
Petra Shandi:
itu sebuah peristiwa yang terjadi di penerbitan mana pun juga. dan penyebabnya
banyak. saya tidak akan menyalahkan pihak mana pun, cuma sangat disayangkan
jika sudah kontrak dengan penerbit tapi tidak jadi diterbitkan. untuk
ditawarkan ke penerbit lain tentunya butuh waktu sekian bulan untuk menunggu
hasil evaluasi. jika ditolak lagi, proses yang sama juga harus dilewati lagi.
Ririen
Narsisabiz Pashaholic: maaf saya tidak hapal semua naskah yang pernah saya
evaluasi, tapi ada sejumlah poin dalam evaluasi naskah reguler. 1. tema 2.
cerita 3. teknik. 4. unik
Petra Shandi :
betul, saya
sebagai penulis pemula mungkin begitu putus asanya karena begitu revisian yang
begitu banyak. dan saya malah kehabisan ide waktu itu hahha... tapi itu
pengalaman berharga. jika keberuntungan memihak saya lagi, mungkin akan saya
pergunakan sebaik2nya.
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: editor justru bukan jagoan apa-apa, editing itu perkara teknik. Ketika di
awal Penulis punya ide lalu mengolahnya jadi sebuah cerita. Editor cuma bantu
sana-sini. Memastikan ketika udah jadi buku, pembaca dahinya nggak berkerut
Ririen Narsisabiz Pashaholic :
saya juga lupa
judul yang pernah dikirim ke diva. soalnya keseringan ngirim wkwkwk mbak, kapan
diva nerima naskah fiksi lagi? kangen kirim ke diva
Zhaenal Fanani :
Ikut menyimak
...
Kamiluddin Azis :
eh malam Pak
De Zhaenal Fanani gmn kabar... Pak De kenal baik kan dg Mbak Rina? hehe
Haqi
Zou Fadillah :
Mba saya tidak
punya basic bahasa, saya kuliah di jurusan akuntansi, tapi sangat tertarik
dengan dunia editing ini. Apakah bisa lulusan akuntansi sepertiku melamar
menjadi editor dengan hanya bermodalkan suka baca dan nulis?
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: sebagian besar editor DIVA punya disiplin ilmu yang tidak ada hubungannya
dengan dunia tata bahasa. Ketika pertama kali diterima sebagai editor, apa yang
harus saya pelajari adalah membaca kesalahan ketik. Di komputer kantor sudah
ada program proofing, jadi semua typo bisa keliatan dengan mudah. Ketelitian
diutamakan. Setelah itu membiasakan diri untuk memperbaiki kalimat-kalimat yang
nggak enak dibaca. Di situlah muncul "taste". Dari setiap hari
membaca akan terbentuk sistem filter di dalam otak. Banyak membaca dan menulis
juga penting bagi seorang editor. Editor bidang apa aja.
Zhaenal Fanani :
Kamiluddin
Azis.Alhamdulillah, baik. Dengan Mbak Rina Lubis Stone ? Kenal ...
Rina Lubis Stone :
Zhaenal
Fanani: selamat malam pak
Zhaenal Fanani :
Mbak Rina
Lubis Stone ... Malam, Mbak. Senang bisa ikut menyimak. Nambah ilmu.
Rina Lubis Stone :
Petra Shandi:
jangan menunggu keberuntungan, tapi terus mencoba aja. Saya membimbing sejumlah
alumni #KampusFiksi yang pada dasarnya punya basic menulis bagus, tapi giliran
sedikit saya "jegal", eh berhenti gitu aja. Saya suka dengan penulis
yang punya mental kuat. Dunia penerbitan itu persaingannya keras.
Kamiluddin Azis :
waduh
dijegal... untung Petra pernah kerja di pejagalan ya Pet.... hehe... Mbak Rina,
aku mau lanjut kok... (lho...) Ayo mana lagi nih yg mau nanya, malah nginbox
saya... ayo sampein sendiri aja ke Mbak Rina Lubis Stone ...
Rina Lubis Stone :
Ririen
Narsisabiz Pashaholic: untuk redaksi fiksi dewasa sepertinya akan tutup cukup
lama. untuk di fiksi remaja dan young adult, dibuka sementara untuk para alumni
#KampusFiksi. Atau bisa juga ikutan lowongan proyek menulis yang ada di
blogdivapress.com. Seleksinya memang ketat, yang berminat memang banyak banget.
Cuma yang bisa mengirimkan sinopsis, outline dan bab 1 yang baguslah yang
terpilih. coba aja
Petra Shandi :
moga saya
salah satu tipe penulis bermental kuat itu ya mbak heheh.. btw saya anak kampus
fiksi juga, angkatan 2. dulu pernah foto bareng ma mbak Rina. malah curcol
hahha..
Rina Lubis Stone :
Haqi Zou
Fadillah: saya rasa setiap orang pasti punya basic bahasa, meski tingkatannya
berbeda-beda. Setiap hari kita berkomunikasi dengan bahas Indonesia kan? Buku
yang kita baca pun juga kebanyakan berbahasa Indonesia. Tidak selalu lulusan
fakultas bahasa punya basic editing yang baik. Siapa pun bisa jadi editor asal
mau belajar, mau rajin buka kamus, betah membaca naskah setiap hari. Itu sudah
memenuhi syarat jadi editor.
Kamiluddin Azis :
Mbak Rina,
memang kerasa banget sih bedanya Diva dg penerbit lain, selain peduli pada
penulis2 muda terutama yg memang sedang meniti karier kepenulisan mereka, juga
selalu membuka banyak kesempatan untuk berkompetisi. Tapi ada satu pertanyaan
mengganjal yg sempat sy dengar apakah benar sementara ini Diva tdk menerima
naskah reguler selain melalui proyek2 yg ditawarkan itu? Itu kira2 sampai kapan
ya Mbak?
Nining Angreani :
Rina Lubis
Stone Assalamualaikum kk Rina.
kalau ngirim naskah ke diva, tulisannya itu di
kritik terlebbih dahulu? lalu, dikirim ulang ke penulis?
Ahmad Zaki Fauzi :
ikut nyimak,
nuhun kang Kamiluddin Azis *karena tak difollowback mbak Rina Lubis Stone
izinkan fbku dikonffirm mbak^_^ suwun
Haqi Zou Fadillah :
Waaah asiiik
.. Kira-kira di Diva lagi buka lowongan editor nggak Mba? :'D
Rina Lubis Stone :
Petra Shandi:
salam kenal kalau begitu
Ahmad Zaki Fauzi :
oke sudah,
makasih konfirmya mbak Rina Lubis Stone
Ririen Narsisabiz Pashaholic :
5x dijegal
mbak rina malah bikin makin penasaran eh pas mau kirim lagi malah diva gak
nerima naskah fiksi lagi
Zhaenal Fanani :
Pada awal-awal
menulis di Diva, saya pernah mendapatkan notes dari Mbak Rina Lubis Stone yang
saat itu meng-edit naskah saya. Notes dalam lembaran itu sampai sekarang masih
saya simpan. Memang agak pedas. Tapi disitulah saya terlecut. Secara tidak
langsung Mbak Rina telah banyak berjasa.
Kamiluddin Azis :
Nah, PakDe aja
penulis senior begitu rendah hati... kita2 yg baru2 mau nelor jgn sampai patah
semangat dan emosian menghadapi editor yg kritis. Mbak Rina Lubis Stone masih
lima belas menit lagi ya...
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: khusus untuk fiksi memang kami tutup dulu, kasihan banyak penulis yang
kelamaan menunggu naskahnya terbit sampai ada yang membatalkan kontrak. Kami
mulai menyetok naskah sesuai kebutuhan. Dan tidak benar-benar tertutup karena
proyek2 menulis bisa diikuti siapa saja, gratis. Yang kompetitif akan kami ajak
kerja sama.
Rina Lubis Stone :
Nining
Angreani: bukan kritik sih, tapi sebatas memberikan pertimbangan dengan
beberapa aspek tentu saja. kami tidak menutup idealisme penulis, tapi ada
kompromi2 yang akan lebih baik jika saling menguntungkan kedua belah pihak.
Rina Lubis Stone :
Ririen
Narsisabiz Pashaholic: hadehhhh kejam juga saya ternyata ya XD
Zhaenal Fanani :
Kamiluddin
Azis > saya blum apa2, Mas. Mulai nulis saja baru 2009. Yg penting g surut
semangat n tahan banting.
Utami Panca Dewi :
Bagaimana cara
mengetahui tulisan yang sedang jadi 'trend' atau lagi 'laku' di pasaran.
Baru-baru ini saya ditolak sebuah penerbit, karena katanya tulisan saya tidak
sesuai selera pasar.
Rina Lubis Stone :
Zhaenal
Fanani: Saya rasa tanpa notes itu pun, Bapak sudah jadi seorang penulis yang
baik
Kamiluddin Azis :
Mbak Rina
Lubis Stone kalau penulis kan ada tuh semacam penghargaan utk kategori ini
itu... kalo editor ada nggak predikatnya apa gt, itung2 reward karena buku yg
dia editori best seller gt...
Rina Lubis Stone :
Haqi Zou
Fadillah: untuk sementara belum ada permintaan dari para pemred untuk
penambahan editor baik fiksi maupun non fiksi
Risty Arvel :
Salam kenal
Mbak Rina, setiap naskah yg masuk seleksi apakah dibaca dari awal sampai akhir
ato hanya sinopsisnya saja.
Kamiluddin Azis :
nyambung yg
td, maksudnya ada nggak tolok ukur keberhasilan seorang editor dalam menangani
buku yg dia editori, misal terjual 100 exp sebulan atau bagaimana ... (emang yg
minimal kategori lumayan laku brp ratus ya sebulan?)
Rina Lubis Stone :
Utami Panca
Dewi: satu2nya tolok ukur tren pasar buku adalah toko buku, lihat mana buku
yang menjadi bestseller. Kalau novel, yang genrenya apa, ceritanya apa,
penulisnya siapa. Kalau kamu ingin jadi penulis buku2 tren, ya ikuti
perkembangannya. Kalau mau jadi penulis idealis, saya rasa banyak penerbit yang
masih mempertahankan sisi idealisme tanpa cenderung memburu omzet. DIVA adalah
tipe yang pertama.
Haqi Zou Fadillah :
ooh iya waktu
itu saya mengikuti kelas editing yang diselenggarakan oleh Akademi Berbagi
Bogor, katanya ke depan editor akan dibayar sesuai royalty. Karena ada novel
yang laku di pasaran, dicetak berkali-kali, tapi editor yang membuat tulisan
itu menjadi nyaman dibaca tidak mendapat apa-apa saat buku tersebut laku besar.
Apa benar isu tersebut?
Ririen Narsisabiz Pashaholic :
kejam tapi
bikin penulis makin semangat naklukin diva
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: beda kali ya mas, penulis itu kan pekerja kreatif, editor itu teknis.
energi yang dikeluarkan saat berkarya itu beda porsinya
Rina Lubis Stone :
Risty Arvel:
sinopsis itu penting, tapi isi lebih penting. saya sering mendapatkan sinopsis
bagus tapi isinya beda jauh. Saya pasti membaca isi setiap kali evaluasi
naskah, meskipun hanya di beberapa bagian. Sebulan baca 50-an novel ya lumayan
juga tuh
Tri
C Fakhri :
Mbak Rina,
apakh ada #KampusFiksi di Bali? Kemarin pas di semarang nggak bisa ikut karena
selisih waktu cuti.
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: buku laris lagi2 tidak selalu dilihat dari bagusnya isi buku itu mas.
tapi juga pengawalan di toko buku. Ini urusan marketing. Mereka yang kerja
keras supaya buku2 DIVA di toko tidak "dinakali" penerbit tetangga.
Penulis yang raji promo serta punya komunitas besar pun berpengaruh pada banyak
atau sedikitnya buku yang terjual setiap bulan. Editor tidak sampai berpengaruh
begitu besar.
Ahmad Zaki Fauzi :
kang
Kamiluddin Azis: haha iya ini lagi dilike-like dulu, aku agak lola ini buka
FB-nya maklum jam 12 nanti koid modemku kang, pertanyaanku
Mbak Rina
Lubis Stone: untuk novel tematik profesi, apakah harus benar-benar based on the
true story, aku ada pama nih yang kerja di toko pastry, tapi ga dramatis dan
keluar negeri begitu, cuma kerja di Indonesia. Gimana? tak apakah kukirim
samplenya? *kedip mata*
Rina Lubis Stone :
Ririen
Narsisabiz Pashaholic bagussssss
Rina Lubis Stone :
Kamiluddin
Azis: sebuah buku disebut laris menurut ukuran Agromedia, salah satu
distributor yang bekerjasama dengan DIVA, adalah mampu menembus penjualan 500
eks selama 3 bulan berturut2.
Ali Sakit Wirasatriaji :
tanya mbak
Rina Lubis Stone, perbedaan antara editor dengan korektor? atau sama saja?
Rina Lubis Stone :
Haqi Zou
Fadillah: mungkin ada yang memberlakukan sistem itu, tapi kasihan juga
editornya kalau gajinya naik turun menyesuaikan royalti. Lagipula royalti itu
dihitung 6 bulan sekali. Waduh, mau makan apa coba
Rina Lubis Stone :
Tri C Fakhri:
mudah2an semakin banyak kota yang bisa kami datangi untuk roadshow
Ahmad Zaki
Fauzi: sebenarnya kenapa dibutuhkan sumber riset, itu untuk pendalaman
karakter. Yang kami kejar dari serial profesi adalah seluk-beluk si tokoh dalam
bidang pekerjaannya. Cerita boleh difiksikan, ditambahi maupun dikurangi. bebas
aja. Setting nggak harus luar negeri.
Tri C Fakhri :
Ooiya mbak
Rina, bagaimana dengan naskah yang isinya bagus namun terlalu banyak kesalahan.
Apakah naskah tersebut tetap diedit editor apa dikembalikan ke penulis untuk
diperbaiki terlebih dahulu? Maaf jika pertanyaan aneh atau nggak penting.
Rina Lubis Stone :
Ali Sakit
Wirasatriaji: editor itu mengecek luar dan dalam naskah, korektor lebih
spesifik ke pengecekan ejaan tahap akhir aja. Bisa jadi di sebuah penerbitan
ada editor dan korektor, bisa jadi cuma ada editor, tapi tidak mungkin cuma ada
korektor
Rina Lubis Stone :
Tri C Fakhri:
editor akan mempertimbangkan apakah naskah perlu dikembalikan atau cukup diedit
sendiri.
Kamiluddin Azis :
Oke Sahabat
semua, udah jam 9 lewat nih... hehe.. Sepertinya diskusinya kita sudahi dulu
ya. Kalau masih ada pertanyaan mungkin bisa disampaikan langsung ke Mbak Rina Lubis
Stone Dan sebelum ditutup, mungkin Mbak Rina mau memberikan semacam kesimpulan
atau tips2 buat kita semua agar naskah kita bisa lolos ke penerbit... Monggo
Mbak...
Terima kasih
banyak untuk Mbak Rina atas waktu yg telah diluangkan, share pengalaman, ilmu,
jg tips2nya. Semoga selalu sukses ya Mbak. Terima kasih jg utk Sahabat semua yg
sudah berpartisipasi dalam diskusi ini, semoga ada manfaat yg bisa kita petik
dari obrolan hangat ini. Salam Inspirasiku ...
Kamiluddin Azis :
Mbak Rina
Lubis Stone said di wall terpisah : Oke, makasih banyak buat yang udah ikutan
sharing editing. Satu pesan saya, menulislah dengan baik, karena penerbit mana
pun suka dengan naskah yang sudah matang dari penulis. Perbanyak referensi
bacaan, boleh buku apa saja dan editor hanya penjaga naskah bukan penulis
kedua. Selamat berkarya, moga2 kita bisa kerja sama di DIVA. Selamat malam
Utami Panca Dewi :
Menurut
pengamatan saya selama 2 hari nongkrong di gramedia (*ciyeeeeeh*). Novel-novel
yang sedang trend adalah: novel islami yang berlatar 2 negara (Indonesia dan
luar negeri). benarkah analisa saya Mbak Rina? (mumpung ketemu editor, dan mau
membikin draf novel nih). Tararengkyu....
Utami Panca Dewi :
Hadeh...
Pertanyaan terpenting malah terlambat saya ketik. Ya sudahlah. Trims Mbak Rina,
Trims Mas Kamiluddin.
Ali
Sakit Wirasatriaji :
waduh udah
kelar? padahal gue baru mulai
Tri C Fakhri :
Sama bang Ali
Kamiluddin Azis :
ah kalian ....
candle light dinner nya kelamaan
Tri
C Fakhri :
Dinnernya
bentar bang Azis. Ninabubuin adeknya yang lama
Ali
Sakit Wirasatriaji :
bang
Kamiluddin Azis, kapan2 undang editor lagi ye.... pengen diskusi masalah KBBI
sama dunia redaktur
Kamiluddin Azis :
Senin Minggu
depan, jam 7 jgn ampe kelewat ya, nara sumbernya Mbak Donna Widjajanto kalian
pasti tau dah...
Ririen Narsisabiz Pashaholic :
req juga dong
ntar undang asmirandah, wendy cagur dan ariel noah buat diskusi kan mereka juga
menelurkan buku. berarti penulis juga dong
Diskusi yang
berlangsung selama lebih dari 2 jam ini mungkin belum bisa menjawab semua
pertanyaan yang ada di benak Sahabat. Habisnya tidak banyak juga yang bergabung
dalam diskusi seperti diskusi-diskusi sebelumnya.
Maklum Kang
Aming selalu ngasi info dadakan jika ada diskusi. Ah, tapi tetap juga sih meski
sudah diinfokan sejak seminggu sebelumnya, pas pelaksanaan kadang banyak juga
yang melewatkannya. Tapi tak apa, liputan hasil diskusi selalu dipos dalam blog
ini sehingga Sahabat semua bisa mengikuti dan belajar banyak dari hasil diskusi
ini.
Kami ingatkan
juga untuk diskusi minggu depan, kita akan mengundang seorang Editor kawakan
juga, yg sudah menulis buku dengan penulis yang selama ini naskahnya ia
tangani. Sahabat bisa cari tahu dulu siapa itu Mbak Donna Widjayanto. Tapi
tetap pertanyaan yang kalian ajukan nanti seputar dunia editing dan pengalaman
beliau dalam menjalankan tugasnya sebagai editor.
Penasaran kan?
Jangan
lewatkan ya Senin, 9 Desember 2013 jam 7 malam….
Ok… semoga
bermanfaat
Salam Inspirasiku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar