(Oleh Panji Pratama, S.S.
Tulisan ini saya sarikan dari blog saya di http://remunggaimakramat.wordpress.com/)
Bagian Pertama
Q.E.D. adalah singkatan dari frasa Latin Quod Erat Demonstrandum yang berarti “yang sudah dibuktikan” atau “yang sudah terbukti”. Frasa ini ditulis dalam bentuk singkatan (Q.E.D.) pada akhir dari pembuktian matematika atau argumen filosofi sebagai pernyataan terakhir dari sesuatu yang telah dibuktikan. Singkatnya, singkatan ini menandai akhir dari suatu pembuktian.
Dalam bahasa Yunani, frasa ini ditulis sebagai ὅπερ ἔδει δεῖξαι (hoper edei deixai, disingkat ΟΕΔ). Frase ini sering digunakan oleh ahli matematika terdahulu seperti Euklides dan Archimedes. Pada masa Renaisans Eropa, para sarjana sering menulis dalam bahasa Latin dan frasa seperti Q.E.D. sering digunakan untuk melengkapi suatu pembuktian. Frasa Latin lain yang mempunyai arti kurang lebih sama dengan Q.E.D. namun jarang digunakan adalah Q.E.F. yang merupakan singkatan dari Quod Erat Faciendum yang berarti “yang sudah dilakukan”. Frasa ini jika ditulis dalam bahasa Yunani adalah ὅπερ ἔδει ποιῆσαι (hoper edei poiēsai).
Q.E.D. telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain bahasa Perancis, Jerman, Italia, Portugis, dan Rusia. Dalam bahasa Perancis, frasa ini ditulis C.Q.F.D. singkatan dari Ce Qu’il Fallait Démontrer (atau kadang-kadang ditulis Ce Qui Finit la Démonstration). Dalam bahasa Jerman, frasa ini ditulis W.Z.B.W. singkatan dari Was Zu Beweisen War. Dalam bahasa Italia, ditulis C.V.D. singkatan dari Come Volevasi Dimostrare. Dalam bahasa Portugal, ditulis C.Q.D. singkatan dari Como Queríamos Demonstrar. Adapun dalam bahasa Rusia, ditulis ч.т.д. singkatan dari что и требовалось доказать.
fakta ini sejalan dengan cara penalaran dalam ilmu bahasa. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan materi “penalaran”. Berikut penjelasannya :
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
∴ Jika dipanaskan, logam memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
(Bersambung)
Tulisan ini saya sarikan dari blog saya di http://remunggaimakramat.wordpress.com/)
Bagian Pertama
Q.E.D. adalah singkatan dari frasa Latin Quod Erat Demonstrandum yang berarti “yang sudah dibuktikan” atau “yang sudah terbukti”. Frasa ini ditulis dalam bentuk singkatan (Q.E.D.) pada akhir dari pembuktian matematika atau argumen filosofi sebagai pernyataan terakhir dari sesuatu yang telah dibuktikan. Singkatnya, singkatan ini menandai akhir dari suatu pembuktian.
Dalam bahasa Yunani, frasa ini ditulis sebagai ὅπερ ἔδει δεῖξαι (hoper edei deixai, disingkat ΟΕΔ). Frase ini sering digunakan oleh ahli matematika terdahulu seperti Euklides dan Archimedes. Pada masa Renaisans Eropa, para sarjana sering menulis dalam bahasa Latin dan frasa seperti Q.E.D. sering digunakan untuk melengkapi suatu pembuktian. Frasa Latin lain yang mempunyai arti kurang lebih sama dengan Q.E.D. namun jarang digunakan adalah Q.E.F. yang merupakan singkatan dari Quod Erat Faciendum yang berarti “yang sudah dilakukan”. Frasa ini jika ditulis dalam bahasa Yunani adalah ὅπερ ἔδει ποιῆσαι (hoper edei poiēsai).
Q.E.D. telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, antara lain bahasa Perancis, Jerman, Italia, Portugis, dan Rusia. Dalam bahasa Perancis, frasa ini ditulis C.Q.F.D. singkatan dari Ce Qu’il Fallait Démontrer (atau kadang-kadang ditulis Ce Qui Finit la Démonstration). Dalam bahasa Jerman, frasa ini ditulis W.Z.B.W. singkatan dari Was Zu Beweisen War. Dalam bahasa Italia, ditulis C.V.D. singkatan dari Come Volevasi Dimostrare. Dalam bahasa Portugal, ditulis C.Q.D. singkatan dari Como Queríamos Demonstrar. Adapun dalam bahasa Rusia, ditulis ч.т.д. singkatan dari что и требовалось доказать.
fakta ini sejalan dengan cara penalaran dalam ilmu bahasa. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan materi “penalaran”. Berikut penjelasannya :
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Metode dalam menalar
Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu induktif dan deduktif.
Metode induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif. Contoh:
Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai.
∴ Jika dipanaskan, logam memuai.
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
∴ Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.
Metode deduktif
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
(Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar