Maafkan Ira, Ma


Oleh: Ahmad Zaki Fauzi

Saya memandangi anak saya yang tak sadarkan diri sebab dibius karena perutnya baru saja divakum. Berat bayi yang baru menghembuskan nafas pertama dan terakhirnya itu menuruni Ibunya, mereka sama-sama tambun. Terbayang oleh saya bulan-bulan lalu saat anak saya mengandung janin segenggam tangan orang dewasa itu.
Ia rajin sekali meminum es, padahal berkali-kali saya bilang meminum es itu boleh jadi membesarkan bayi yang dikandung dari ukuran normalnya. Berbulan selanjutnya, besarlah kandungan anak saya. Namun semakin besar, seiring tubuhnya yang tambun, seiring itu pula anak saya semakin malas mengambil sesuatu. Barang dekat sekalipun ia menyuruh adik-adik maupun keponakannya.
***
Aku membuka mata. Melihat ke kanan-kiriku. Tak ada buah hatiku. Dua hari aku tak sadarkan diri di rumah sakit. Aku bertanya pada Mama, kata Mama sekarang ia tengah tidur di ruang bayi.
“Ira, jangan sedih ya, anakmu tidak bisa menangis.”
Seketika aku tersentak, sadar dari tidurku yang lama. Sebenarnya aku sudah menduga kejadian ini akan menimpaku, namun karena keegoisanku, aku tidak mengindahkan nasihat-nasihat Mama. Oh, ternyata beginilah rasanya kehilangan anak pertama setelah menunggu dua tahun, setelah menunggu dua adik melangkahiku. Begini teririsnya.
Mata Mama basah, air matanya berjatuhan di selimutku. Aku meminta maaf sebesar-besarnya pada Mama. Kami berdua berpeluk, kami berdua basah.
Selesai
Selamat jalan keponakan mungilku, baru lahir namun sudah dipanggil, Sri Lestari.
Tangerang
Untuk: Ibu Rodiah
Alamat : perum. Eko Damai Mandiri blok B 5, RT 22/03 desa Cibogo
  Kec. Cisauk,  Serpong, Kab. Tangerang-Banten 15344.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar