oleh Marlyn SaimaruChrist BlueAngel pada 8 April 2012 pukul 22:29 ·
Jika kau harus memilih, apakah cinta mengijinkanmu?
***
Malam
itu, rambut coklatmu berkilauan memantulkan sinar rembulan. Kau tampak
sangat gelisah. Tapi aku tak tahu harus memulainya dari mana.
“Rin,” bisikmu akhirnya.
Aku masih membeku.
“Rembulan yang indah,” senyummu.
Hatiku semakin tak karuan. Tak tega aku kehilangan senyum itu. tapi aku harus menyelesaikannya.
“Uragon, ada yang ingin aku bicarakan,” bisikku.
Perlahan kamu memalingkan wajahmu dari rembulan yang penuh.
“Ada apa?”
“Maafkan aku, tapi kurasa kamu harus bangkit dari semua ini,” ucapku berusaha menahan gundah.
“Kenapa?” tanyamu masih dengan raut wajah yang damai.
“Kau tentu tahu masalah kita,” ucapku enggan.
Sejenak kulihat kamu termenung dan kembali menatap rembulan. Aku ingin meraih tanganmu, meyakinkanmu, tapi takkan bisa lagi.
“Aku tahu, tapi kau tahu perasaanku bukan?”
“Tapi kau harus menerima kenyataan,” bisikku.
“Ah! Menerima kenyataan. Kau benar Rin.”
Kami
terdiam. Aku tak berani menatapmu, kau pun hanya menatap rembulan.
Menunggu, begitulah yang kami lakukan. Berharap salah satu dari kami
mulai bersua.
“Tadi sore ibu mengatakan, dia akan menjodohkanku dengan anak sahabatnya.”
Akhirnya Uragon menyerah.
“Itu bagus,” komentarku berusaha meyakinkan.
“Kau tak marah? Kau tak sedih?” tanya Uragon kini dengan wajah kecewa.
“Untuk apa aku marah? Sedih? Aku kan tak bisa merasakannya,” dustaku.
“BOHONG!” teriakmu.
“Kenapa aku harus berbohong?!” balasku lagi.
Uragon menatapku. Sekilas matanya tampak berkilat-kilat. Aku dapat merasakan kecewa, marah, dan.... Rasa sakit.
Uragon berusaha mengenggam jemariku. Aku segera menghindar.
“Kau bodoh!”
“Aku memang bodoh. Cinta membuatku bodoh. Tapi aku rela bodoh, asal aku bisa tetap mencintaimu, Rin.”
“Tapi
cintamu takkan berarti apa-apa. Kamu hanya akan dibilang gila dan
akhirnya bukan berada disini lagi, tapi di Rumah Sakit Jiwa!”
“Aku
tidak peduli. Walaupun Ibu atau siapapun, mengatakan aku gila, tapi aku
disini, aku waras dan aku masih waras karena mencintaimu.”
Aku
mendengar geraman dari suaramu. Kamu marah dan tak peduli dengan apa
yang aku katakan, tapi ada rasa cinta yang terselip. Rasa yang enggan
kuakui, namun cinta itu sangat besar. Aku bahkan tak sanggup menolaknya.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan?” jawabku menyerah.
“Aku akan mencintaimu selamanya,” bisikmu dengan lembut.
Hatiku
bergetar. Aku tak tahu, kenapa semua ini bisa terjadi. Aku tak tahu,
aku hanyalah roh, namun kenapa aku bisa merasakan getaran ini?
Menghangat dan memelukku erat, walau aku tahu Uragon masih disana,
menatap rembulan yang tertutup awan.
Aku takut. Aku sangat takut.
Aku takut kehilangan sosok dihadapanku ini. Namun kenyataannya, aku
memang sudah kehilangan dia setelah malam kecelakaan itu. Malam itu,
Uragon melamarku ditengah hamparan pasir dengan bunga mawar yang
dirangkainya membentuk tulisan ‘marry me’. Aku sangat bahagia. Tapi
malam itu kecelakaan meregut nyawaku dan menyisakan luka parah untuk
Uragon.
Hatiku kembali diselimuti rasa sesak. Peristiwa itu membuatku terluka melihat diriku sendiri. Walau Uragon selalu menerimaku.
Perlahan tubuhku mulai meredup. Menghilang. Tanpa sempat kukatakan aku mencintainya.
***
Malam
ini rembulan penuh mengingatkanku akan malam itu. Sejak malam itu,
banyak yang berubah. Namun aku masih bisa melihat Uragon dengan rambut
peraknya yang mengilat memantulkan sinar rembulan.
“Aku mencintaimu,” bisikku menuntaskan apa yang tak sempat kuucapkan.
“Aku pun begitu. Selalu,” jawabmu dengan senyum tipis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar