Penyesalanku
oleh Fitria Handayani Meilana Sari pada 29 April 2012
pukul 2:12 ·
Ternyata tempat ini tak banyak
berubah, pohon besar itu masih berdiri kokoh seakan menentang malam, udara
lembab masih mendominasi tempat ini.
Aku masih mengingat jelas semua
peristiwa di malam itu. Malam dimana gerhana bulan total terjadi dan kegelapan
menjadi lebih pekat karena gerhana itu, dan malam terakhir aku melihatmu.
Aku masih mengingat saat-saat kamu
merasa kesakitan di malam bulan purnama. Inilah efeknya, itu katamu waktu itu.
Kamu berusaha untuk tetap tersenyum padaku, aku melihatmu terus menjerit-jerit
menahan kesakitan itu. Perubahan yang menyakitkan, katamu lagi sambil meringis.
“Nggi, apa kamu masih akan
mencintaiku meski aku tak seperti sekarang ini?” aku menoleh melihatmu yang
serius menatapku. Apapun yang terjadi padamu, perasaan cintaku ini hanya
untukmu. Andai saja kamu mendengar suara hatiku ini, ach andai saja kamu
mengerti semuanya. Aku hanya mengangguk sambil tetap memandang mata indah itu,
mata yang kini sudah berubah warna menjadi biru laut yang meneduhkan. Aku
mencintaimu Edward.
***
“Besok gerhana bulan.” Ucapmu
lirih tapi aku mendengarnya.
“Emang kenapa dengan gerhana bulan?”
Hening. Aku hanya bisa menatapmu
yang tengah menengadah menatap langit. Kuhela napas perlahan. Hanya kesunyian
yang terasa didaerah ini jika malam tiba, dan kesunyian malam ini terasa
berbeda dari kesunyian malam-malam sebelumnya.
“Entahlah Nggi, aku merasa takut.”
Ucapmu kemudian sambil tetap menatap langit.
“Tak perlu takut, aku ada
disebelahmu.”
Hening sekali lagi, kutarik napas
untuk memenuhi paru-paruku dengan udara lembab.
“Percayalah padaku.” Ujarku mantap.
Kamu menoleh padaku dan aku melihat mata biru itu yang semakin lama semakin
meneduhkan.
***
Aku tahu aku sudah terlambat,
gerhana bulan akan terjadi hanya dengan hitungan mundur. Aku terus berlari dan
berlari, aku tahu kamu pasti sudah lama menungguku. Kemarin kita sudah berjanji
untuk berada dibawah pohon besar seperti biasanya ketika gerhana bulan terjadi.
Aku berjanji akan terus berada disampingmu saat perubahan itu terjadi pada
puncaknya yaitu pada gerhana bulan di umurmu yang keduapuluh Akupun berjanji
dalam hati akan menceritakan semuanya.
Di belokan itu, aku akan melihatmu.
Aku mendongak menatap langit, bayangan yang menutupi bulan sudah mulai
bergerak. Sebentar lagi, tunggu aku Edward. Tunggu aku, batinku memelas.
“Kini aku tahu bagaimana rasanya
menjadi werewolf.”
“Tapi kamu bukan werewolf.”
Kamu menggeleng, lalu menatapku
lagi.
“Sama saja, aku bukan makhluk
normal.”
“Lalu kenapa kalau memang kamu bukan
makhluk normal. Kamu masih punya perasaan, yang juga dimiliki oleh semua
makhluk normal lainnya. Kamu beda
dengan werewolf Ed.”
“Rasanya sakit Nggi, entahlah.”
“Aku akan terus menemanimu hingga
semuanya terlewati. Oke.”
Aku langsung menyadai kebodohanku
ketika kulihat tubuhmu terbujur kaku menggantung di tali yang dililitkan di
dahan pohon besar itu. Aku menjerit sekuat tenaga, seandainya saja kamu tahu Ed
bahwa aku juga makhluk bersayap seperti dirimu. Bedanya, aku tercipta dari
lahir karena aku darah murni sehingga aku bisa belajar untuk mengendalikan
sayapku, dan sayapmu muncul ketika umurmu menginjak 20 tahun. Seandainya saja,
aku mengatakan padamu bahwa aku akan terus berada disisimu dan akan membantumu
untuk mengendalikan sayap itu, seandainya saja kamu tahu bahwa perubahanmu itu
tak akan berlangsung lama meski menyakitkan. Ach, seandainya saja aku bercerita
padamu mungkin semua tak akan seperti ini. Aku menyesal.
***SELESAI***
FF ini terdiri dari 498 kata + judul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar